Jangan Menikah Karena Terpaksa
Menikahlah dengan atau tanpa cinta karena itu adalah pilihan dan bisa jadi
anugerah. Namun jangan menikah karena terpaksa.
Beberapa waktu lalu saya sempat menulis postingan berjudul
Menikah Tanpa Cinta, Yay or Nay
di Kamar Kenangan ini? Tak disangka postingan tersebut menuai banyak protes eh
komentar yang maa syaa Allaah.
Bikin saya senyam senyum sendiri bacanya. Memang yah, cinta selalu jadi
bahasan yang menarik. Apalagi topik yang saya angkat di postingan tersebut
mengundang kontroversi.
Menikah Tanpa Cinta, Yay or Nay?
Jika ditanya ingin menikah dengan atau tanpa cinta tentu semua orang akan
memilih menikah dengan cinta. Sayangnya hidup tidak selalu berjalan sesuai
dengan keinginan kita, termasuk dalam hal memilih jodoh.
Oya sebelum lanjut mungkin perlu saya luruskan dulu ya, yang saya maksud dari
judul tersebut adalah menikah tanpa (diawali rasa) cinta.
Idealnya seseorang memutuskan menjalin ikatan pernikahan karena dia cinta
dengan pasangannya. Kalau nggak cinta, ngapain nikah? Seolah-olah sebuah
pernikahan dilandaskan hanya atas dasar cinta. Padahal menikah juga tidak
melulu tentang cinta, kan?
Padahal menikah itu (sebenarnya) bukan tentang cinta lho tetapi jodoh, iya
nggak? Maksud saya, meski ada seseorang yang kamu cintai, bahkan kamu
sudah menjalin kasih tak halal bersamanya selama
bertahun-tahun namun kalau dia bukan jodoh yang Allah takdirkan untukmu,
ya pasti hubungan kalian nggak bakal sampai ke pelaminan.
Sebaliknya, meski kamu baru kenal dan bertemu sekali atau dua kali dengan
seseorang namun kalau ternyata dia adalah jodoh yang Allah tetapkan
untukmu, ya pasti ada saja jalannya untuk kalian bersatu.
Jadi nggak usah heran. Jodoh memang se-mengejutkan itu. Pacarannya sama siapa,
nikahnya dengan siapa? Hehe
Itu si Rizki DA, sudah 5 tahun pacaran dengan Lesti Kejora tapi nikahnya malah
dengan wanita lain. Ada juga kisah Rey Mbayang dan Dinda Hauw yang tak kalah
menggemparkan jagat maya. Tidak pernah dikabarkan dekat sebelumnya eh
sekalinya muncul langsung sebar undangan pernikahan. Hari ini khitbah,
besoknya akad. Maa syaa Allah.
Speechless-nya karena kedua pernikahan tersebut berlangsung setelah mereka menjalani yang
namanya ta'aruf bukan pacaran. Eh kamu sudah tahu kan perbedaan ta'aruf dan
pacaran. Kalau belum kamu bisa intip dulu postingan saya tentang ta'aruf.
Silakan baca Ta'aruf dalam Islam, Seperti Apa Konsepnya?
Oke lanjut, trus apa hubungannya ta'aruf dengan menikah tanpa cinta dan topik
yang pengen saya bahas di postingan ini?
Wait. Sabar ya. Kita bahas satu-satu dulu yuk.
Komentar Mereka tentang Menikah Tanpa Cinta (Yay or Nay)
Seperti yang sudah saya singgung di atas, postingan saya tentang menikah tanpa
cinta ternyata menuai banyak komentar yang sangat menarik.
Setidaknya karena komentar-komentar tersebut saya jadi dapat ide sekaligus
bahan untuk menulis postingan bertema "terpaksa" ini😃
Seperti apa komentar-komentar mereka?Cek this out!
Tim Nay Menikah Tanpa Cinta
Jika diminta memilih aku memilih "menikah dengan cinta" karena awal yang baik, sangat berpengaruh pada kelanjutannya. (Elly Nurul)
Saya dan suami termasuk tim menikah dengan cinta. Kami kenal sejak SMA. Tapi cinta saja tentu gak cukup. (Miyosi)
Sepertinya tak ada yang menikah tanpa “cinta”. Karena sebelum menikah, Allah pasti menyelipkan rasa cinta pada keduanya, hingga mau menikah. (Ama)
"Kalau aku masih menganut menikah karena cinta dulu mba, sebab dulu sekali ortuku jodoh-jodohiin sama yang tidak aku suka" (Herva)
Menurut saya, jika memang sudah jodoh. Harusnya ada kekuatan cinta yang sama-sama diantara mereka berdua tautkan bersama. Harusnya sebelum menikah, ada cinta yang tertuai. (Ardian)
Tim Yay or Nay
Kalau menikah tanpa cinta entah gimana rasanya ya, saya sendiri belum menikah jadi belum bisa menggambarkan dengan benar. (Anggi Putri)
Saya tidak tahu bagaimana rasanya menikah tanpa diawali cinta sih, jadi tidak tahu mau bilang yay or nay. Tapi saya salut dengan pasangan yang bisa membuktikan kalau seperti itu mungkin sekali terjadi. (Ayi)
Tim Yay Menikah Tanpa Cinta
Menikah tanpa cinta? Kalau aku sih tim 'Yay' sebab cinta bisa hadir setelah menikah. Yang terpenting, iman dan ilmu harus selalu ada dalam pernikahan. (Novryanti)
Aku salah satu pelaku menikah tanpa diawali dengan cinta. Alhamdulillah masih bersama hingga belasan tahun ini. Cinta itu memang sebuah kata kerja, bukan sekadar kata benda. Jadi butuh action untuk bisa menghadirkannya. (Farida Pane)
Waktu aku menikah aku belum begitu cinta dan sayang sama suamiku Mbak. Tapi yaa setelah ituuu.. akhirnya.. bisa punya 2 anak. (Noorma Noofa)
Awalnya aku ketemu mas suami sekali doang dua minggu taaruf kemudian menikah dan cintanya dibangun setelah pernikahan. (Nyi Penengah)
Aku termasuk yang belajar mencintai setelah menikah, Mbak. Dan sungguh nikmat. Betapa saling mencintai itu sangat menguatkan kami. (Diyanika)
Ada beberapa orang yang saya kenal yang menikah tanpa pacaran, bahkan tanpa kenal sebelumnya. Dan ternyata bisa, cinta mereka tumbuh seiring perjalanan pernikahan tersebut. (Andyhardianti)
Ini juga yang saya rasakan ke suami. Nggak pernah ketemu, nggak pernah kenal sebelumnya, lalu menikah. Bagi mereka yang asing, ini terasa gila. Tapi begitulah cara Allah menghadirkan laki-laki itu dalam hidup saya. (Aprilely)
Selain komentar di atas, masih banyak komentar menarik lainnya yang masuk tapi sengaja nggak saya kutip semuanya. Cukup saya ambil yang menurut saya bisa
mewakili. Kalau kamu mau baca komentar lainnya langsung saja meluncur ke sini ya.
Well dari membaca komentar mereka saya bisa mengambil kesimpulan
bahwa sebagian besar dari mereka menentukan pilihan berdasar pengalaman
masing-masing.
Tim Nay menganggap menikah tanpa cinta itu merupakan hal yang sepertinya mustahil tapi bagi Tim Yay, sebaliknya - karena mereka sudah mengalaminya sendiri.
Eniwei, saya juga dulu berpikiran kalau menikah itu harus ada rasa cinta. Ya saya nggak bisa bayangin saja menikah tanpa cinta. Entah bagaimana nasib pernikahan saya
nantinya?
Namun qadarullah, apa yang terjadi? Jodoh saya ternyata adalah
orang yang nggak saya harap dan nggak saya sangka-sangka. Lelaki asing
yang tiba-tiba muncul dengan niatan baik ingin mengajak saya membina rumah
tangga bersama.
Saya nggak begitu kenal dengan dia, kami hanya pernah bertemu sekali dan
sempat kenalan singkat lewat BBM tapi itu pun kejadiannya sudah
lama. Saya bahkan tidak ingat wajahnya seperti apa. Menjalin komunikasi
secara intens juga nggak pernah
jadi gimana mau ada rasa sama dia, haha.
Bersyukur - saat itu saya sudah sampai pada pemahaman cinta bukan
satu-satunya alasan untuk menikah. Justru belakangan saya merasa kerdil
sekali jika alasan saya menikah hanya karena cinta. You know why?
Ada lelaki yang punya niat baik dengan kamu. Niat baik itu ia sampaikan
lewat perantara. Dia ingin menjalani ta'aruf denganmu yang tujuannya
adalah untuk menikah.
In syaa Allaah lelaki ini punya pemahaman agama yang baik, tapi
sayangnya kamu nggak ada rasa sama dia. Apakah kamu akan langsung
menolak niat baik tersebut atau menyambutnya?
Jika saat itu saya masih ngotot ingin menikah hanya dengan orang yang saya
cintai mungkin tanpa pikir panjang saya bakal nolak kali ya 😅
Bagi mereka yang sudah merasakan sendiri bagaimana rasanya menikah tanpa (diawali) cinta, pernikahan itu adalah salah satu keajaiban dalam hidup mereka.
Baca Juga
Ta'aruf tidak sama dengan perjodohan
Selanjutnya mari kita bahas sedikit tentang ta'aruf. Dulu istilah ta'aruf lebih lekat di kalangan para pejuang dakwah tapi saat ini siapa sih yang nggak 'kenal' ta'aruf. Apalagi kini mulai banyak artis tanah air yang memilih menjemput jodohnya dengan cara ta'aruf ketimbang pacaran.
Ta'aruf sendiri merupakan salah satu proses yang ditempuh seorang lelaki dan perempuan yang sudah siap dan mantap untuk membina rumah tangga. Tujuannya adalah untuk lebih mengenal calon pasangan dan keluarganya.
Proses ini biasanya dimulai dengan tukaran CV atau biodata, tanya jawab hingga nazar (melihat calon pasangan) yang semuanya diperantarai oleh orang yang berpengalaman dan paham tentang ta'aruf.
Jadi tetap ada batasan antara si lelaki dan perempuan yang menjalani ta'aruf. Termasuk komunikasi maupun pertemuan kedua belah pihak, semua melibatkan perantara. Hal ini dilakukan untuk menghindari fitnah.
Nah, jika selama ta'aruf keduanya merasa cocok barulah akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni khitbah lalu menikah. Sebaliknya jika tidak menemukan kecocokan maka prosesnya akan dihentikan.
Jadi ta'aruf ini prosesnya nggak sampai berlarut-larut ya. Ada batasan waktunya juga. Kalau cocok, lanjut kalau nggak, ya sudah. Ini pula yang membedakan ta'aruf dengan perjodohan.
Lho kok malah singgung perjodohan?
Yap, karena tidak semua orang yang menikah tanpa cinta sebab dijodohkan. Nyatanya, di luar sana masih banyak kok lelaki dan perempuan yang bersedia menikah meski tidak saling cinta, namun mereka menikah bukan karena terpaksa atau dijodohkan.
So far menikah tanpa cinta bukanlah hal yang mustahil. Terbukti, sudah banyak yang mengalaminya, termasuk saya, hehe. Orang yang memutuskan menikah lewat fase ta'aruf memang tidak lagi menjadikan cinta sebagai alasan utama.
Bukan berarti kami nggak butuh cinta lho. Cinta tetap wajib ada dalam ikatan pernikahan tapi perasaan itu bisa ditumbuhkan belakangan. Yang penting saat sebelum melangkah ke jenjang pernikahan hati sudah IKHLAS.
Kalau ditanya kenapa orang yang menjalani ta'aruf bisa yakin menikah dengan calon pasangannya yang barangkali baru ia kenal hanya lewat selembaran kertas atau dengan pertemuan yang baru sekali atau dua kali maka jawabannya adalah JAWABAN DARI ISTIKHARAH.
Baca juga Menikah Karena Allah
Yup, bukan lagi cinta, melainkan Allah yang menjadi satu-satunya alasan sehingga ia berani melangkah ke pelaminan bersama sosok asing. Keputusan lanjut atau tidaknya proses yang ia jalani ia serahkan pada Allah dengan meminta petunjuk lewat istikharah. Jawaban yang ia temukan dari istikharah itulah yang menguatkan.
Saat itu dirinya telah Ikhlas. Ia memutuskan menikah dengan makhluk asing itu bukan atas nama cinta (seperti pernikahan kebanyakan orang), tapi semata-mata karena Allah. Cukup Allah yang jadi alasan untuknya menyempurnakan separuh dien.
Nah, ini yang membedakan ta'aruf dan perjodohan. In syaa Allaah mereka yang berhasil melalui fase ta'aruf telah siap dan ikhlas menikah dengan calon pasangannya meski dengan atau tanpa cinta sementara mereka yang menikah karena dijodohkan, belum tentu Ikhlas. Padahal keikhlasan dalam ikatan pernikahan sangatlah penting, jauh lebih penting daripada cinta terhadap lawan jenis.
Innamal a'malu binniyah. Menikah itu hakikatnya adalah ibadah. Dan sesuatu amal baru tergolong ibadah kalau niatnya lurus karena Allah. Melakukan segala amal karena Allah inilah makna Ikhlas yang sesungguhnya.
Jadi yang dimaksud dengan ikhlas di sini bukan sekadar rela atau menerima dengan lapang dada, tapi kamu melakukannya karena Allah. Ketika kamu ikhlas menikah itu artinya kamu menikah karena Allah. Allah lah yang menjadi alasan utama kamu menyempurnakan separuh agamamu, bukan yang lain.
Ketika seseorang ikhlas menjalani pernikahannya tentu menumbuhkan rasa cinta bukanlah hal yang sulit. Bahkan jika sedari awal cinta itu telah hadir maka ia akan tumbuh dengan sangat subur.
Namun bila sebuah pernikahan berlangsung tanpa keikhlasan, misal sebab dijodohkan atau karena terpaksa maka tentu akan sulit menghadirkan rasa cinta. Ini yang saya maksud, jangan menikah karena terpaksa, sebab akibatnya bisa fatal sekali, bukan berbuah pahala malah bisa jadi dosa. Na'udzubillaah.
Hukum Menikah karena Terpaksa
Kalau kamu nonton sinetron yang mengangkat kisah tentang perjodohan, kamu akan mendapati adegan dimana suami atau istri yang menolak perjodohan tersebut akan berbuat dzholim terhadap pasangannya.
Entah dengan bersikap cuek dan kasar, menolak tidur seranjang, menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah hingga melakukan perselingkuhan.
Percayalah kisah dramatis seperti itu tidak hanya terjadi di sinetron. Banyak rumah tangga yang kehilangan 'surga' di dalamnya karena dibangun tanpa keikhlasan. Pernikahan yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan itu justru menjelma 'neraka' bagi mereka yang terpaksa menjalaninya.
Sebenarnya boleh-boleh saja orang tua menjodohkan sang anak dengan calon pilihannya. Toh memang tidak ada larangan perjodohan dalam Islam.
Bahkan perjodohan sudah ada sejak zaman Rasulullaah masih hidup lho. Aisyah radhiallaahu 'anha pun sejak kecil telah dijodohkan dengan Rasulullaah shallaallaahu 'alaihi wassalam yang merupakan sahabat orang tuanya.
Namun yang ditekankan, orang tua tidak boleh memaksakan keinginannya. Perjodohan yang dilakukan orang tua harus tetap atas persetujuan si anak. Dalam artian orang tua harus meminta izin ketika hendak menjodohkan sang anak dengan calon pilihannya. Dan anak berhak untuk menerima atau menolak perjodohan tersebut.
Ketika orang tua memaksakan putrinya menikah maka status pernikahan tersebut akan tergantung pada kerelaan mempelai wanita.
Jika si anak ini rela dan bersedia maka akadnya sah. Sebaliknya jika dia tidak rela dengan pernikahannya itu maka akadnya batal dan dia berhak mengajukan gugatan ke pengadilan.
Rasulullaah pun pernah membatalkan status pernikahan wanita yang menikah karena terpaksa. Mungkin kamu pernah dengar kisah Khanza binti Khadzdzam.
Alkisah, Khansa dilamar oleh dua pemuda, yakni Abu Lubabah bin Mundzir, salah seorang pahlawan pejuang dan sahabat Nabi, serta seorang laki-laki dari Bani Amr bin Auf yang masih kerabatnya.
Sebenarnya, Khansa tertarik pada Abu Lubabah. Namun, sang ayah punya kemauan sendiri, yakni memilih anak pamannya untuk putrinya.
Khansa pun akhirnya dinikahkan ayahnya dengan anak pamannya. Lalu Khansa segera menemui Rasulullah dan mengadukan masalah itu.
"Ya, Rasulullah, sesungguhnya bapakku telah memaksa aku untuk kawin dengan orang yang diinginkannya, sedangkan aku sendiri tidak mau." Rasulullah lalu bersabda, ‘’Tidak ada nikah dengannya, kawinlah engkau dengan orang yang kamu cintai.’’ Akhirnya Khansa pun menikah dengan Abu Lubabah.
Selain kisah Khansa, kisah Barirah yang terpaksa menikah dengan suaminya juga tidak kalah menarik.
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, sesungguhnya suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits. Aku ingat bagaimana Mughits mengikuti Barirah ke mana ia pergi sambil menangis (karena mengharapkan cinta Barirah). Air matanya sampai mengalir membasahi jenggotnya.
Rasullullaah shallallallaahu 'alaihi wa sallam yang sempat bersabda kepada pamannya, Abbas, “Wahai Abbas, tidakkah engkau heran betapa besar rasa cinta Mughits kepada Barirah namun betapa besar pula kebencian Barirah kepada Mughits.”
Ketika Mughits melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia pun mendatangi beliau dan meminta pertolongannya untuk menyampaikan kepada Barirah agar mau kembali kepadanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam merasa sedih melihat kondisi Mughits. Lalu beliau memanggil Barirah dan bersabda kepadanya: "Wahai Barirah, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya ia adalah bapak dari anakmu, kalau seandainya kamu mau, ruju'lah kepadanya."
Barirah-pun memandang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan diliputi kesedihan, dan berkata: "Wahai Rasulullah, apakah kamu memerintahkanku?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "tidak, sesungguhnya aku hanyalah syafi' (sebagai perantara saja)."
Barirah pun menjawab: "Kalau begitu aku tidak merasa butuh kepadanya, aku tidak bisa hidup bersamanya, aku memilih sendiri."
Apa yang bisa kamu simpulkan dari cuplikan dua kisah di atas? Ya, sebuah pernikahan tidak bisa dipaksakan sama sekali. Rasulullah sendiri bahkan tidak bisa menyatukan Mughitz dan mantan istrinya kembali karena beliau menghormati keputusan Barirah.
See! Begitu mulianya wanita dalam Islam sehingga kerelaannya menjadi salah satu syarat sahnya sebuah akad. Akad yang telah terucap bahkan bisa dibatalkan jika si istri merasa keberatan dengan pernikahan tersebut akibat perjodohan yang dipaksakan.
Kesimpulan ?
Khusus untuk postingan ini saya ingin minta bantuan kalian untuk menyimpulkan, dari menikah tanpa cinta, perjodohan hingga hukum menikah karena terpaksa, apa benang merah yang bisa kalian petik?
Untuk dua komentar yang kesimpulannya paling tepat (bisa mewakili maksud dari tulisan saya ini) bakal saya kutip komentarnya plus sertakan link yang mengarah ke alamat blog kalian. Selain itu saya juga akan bantu share 1 blogpost kalian di akun media sosial saya (lumayan, siapa tahu bisa bantu lonjakin PV).
Ditunggu ya. Terima kasih dan semoga tulisan ini bisa mencerahkan, terkhusus buat para singlelilaah - semangat menjemput jodoh masing-masing.
Salam,
Referensi:
*https://bimbinganislam.com/hukum-menikah-karena-terpaksa/
http://m.voa-islam.com/news/tsaqofah/2010/04/09/4885/romantika-cinta-sahabat-nabikebencian-barirah-dan-cinta-mughits/;
21 komentar untuk "Jangan Menikah Karena Terpaksa"
Menurutku ya jangan menikah karena terpaksa karena segala sesuatu yang diawali keterpaksaan pasti ga bagus hasilnya. Paling tidak tahu dulu yang akan menikah dengan kita siapa, masalah cinta bisa timbul karena terbiasa.
Yang menikah bukan karena cinta dan telah dikarunia anak dalam pernikahan, itu sebuah pembelajaran bahwa jodoh itu memang salah satu rahasia Allah. Tinggal meningkatkan pemahamannya, tidak akan pernah terjadi sebuah pernikahan dan dititipkan keturunan tanpa seizin Yang Maha Kuasa. Saling menghormati satu sama lain merupakan koentji krn tidak ada satupun yang yakin sudah merasa mengenal pasangannya. Setiap waktu sama2 merasa belajar satu sama lain.
Menikah karena dijodohkan alias terpaksa, kalau salah satu atau keduanya tidak bisa menolak dengan alasan yg bisa diterima kedua belah pihak sebelum terjadi pernikahan, berarti itu jalan yang memang harus dijalani keduanya. Pernikahan bukan melulu tentang cinta, tapi menghargai komitmen yg ada.
Kalau hukum menikah karena terpaksa, dalam hukum istilahnya adalah "kawin paksa". Kalau hukum syar'i nya jika si perempuan tidak rela maka aqad nikah menjadi batal. Dalam hukum positif (hukum perkawinan Indonesia), kawin paksa dapat dimohonkan pembatalannya. Jika paksaan disertai ancaman, bisa dikenakan Pasal 355 KUHP.
*eh kok malah nyanyi
Saya punya teman yang menikah karena dijodohkan, kedua orang tuanya berteman sejak kecil. Alhamdulillah kedua anaknya menerima perjodohan itu, dan bisa tumbuh benih cinta diantara mereka berdua.
Beda jika menikah disertai dengan rasa ikhlas. Atau lebih tepatnya mau berkomitmen. Menikah bukan hanya menyatukan dua orang tapi juga ada perjanjian dengan Tuhan. Dan apapun caranya, baik itu dimulai dari pacaran, dijodohkan atau taaruf, harus selalu melibatkan Tuhan. Maka nggak heran jika ada orang-orang yang menikah tanpa cinta tapi tetap bisa langgeng dan awet.
orangtua saya cukup bijak tidak pernah meminta saya untuk menikah dengan pilihannya, pernah bilang aja, ada yang suka sama saya, terus saya bilang sudah ada tapi belum mau buru-buru, selesai sampai disitu. tapi kalau seandainya saya dijodohkan dan laki-lakinya baik cocok ga masalah juga. daji itu bukan sebuah paksaan juga.
Terus berdoa & berusaha, Khakul yakin Laki-laki yg baik untuk Perempuan yg baik dan sebaliknya.
Mulai memperbaiki diri, karena jodoh hakikatnya cermin dari diri kita.
Semoga yg masih Jomlo segera di pertemukan dg jodohnya oleh Alloh.
Amin tuk diri sendiri juga hehe
menikahlah dengan hati yang ikhlas, InsyaAllah pahala ganjarannya, setengah Dien akan sempurna dengan menikah :)
Biar belum jatuh hati sepenuhnya kalau udah sreg ya hayuk. Ngapain harus nunggu lama. Sekarang malah aku bersyukur bisa dijodohin sama suami.
saya mohon semangat ngeblognya ya min. saya senang membaca tiap isi yang mimin tuliskan dan InsyaAllah akan terus berkunjung sebagai tempat referensi bacaan.
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.