MPASI 9 Bulan; No Gulgar dan Tantangannya
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Hallo haa kali ini saya mau lanjut sharing cerita MPASI 9 bulan Zhaf even rada-rada lupa gimana MPASInya saat itu, hehe. Maafkeun, begini nih kalau telat posting, so saya akan tulis ceritanya seingatnya saja ya. Namun yang pasti, seperti biasa di setiap postingan bertajuk cerita MPASI Zhafran di Kamar Kenangan ini hanya ada satu topik yang hendak saya bahas lebih detail.
Tentunya di usia 9 bulan, tekstur MPASI si kecil sudah tidak sehalus saat pertama kali ia belajar makan. Makanannya cukup dihaluskan dengan cara ditumbuk atau dipenyetkan tanpa perlu disaring.
Jumlah makanan per porsinya juga sudah harus dinaikkan secara bertahap dari 125 ml ke 250 ml. Begitupula untuk frekuensi makannya yang sebelumnya hanya 2 kali makan besar dengan 1 kali snack menjadi 3x makan besar dan 2 kali snack.
Well, untuk masalah kenaikan tekstur saya tidak terlalu mengalami kesulitan, toh dari usia 7 bulan makanan yang saya hidangkan untuk si kecil tidak lagi saya saring. Cuma memang sempat dikoreksi sama neneknya (mama saya) waktu datang dari Papua, karena bubur yang saya masak masih terlalu kasar, tidak disaring pula.
Alhasil, di usia 8 bulan Zhaf turun tekstur, dari bubur yang agak kasar ke bubur yang agak halus tanpa disaring. Itu pun setelah dipraktikkan sama neneknya, begini lho caranya buat bubur untuk bayi. Oalah, ternyata bubur yang saya sajikan semenjak Zhaf masuk masa MPASI masih keliru ya😅
FYI, selama ini saya masak MPASI cuma mengandalkan peralatan manual. Sengaja nggak pake alat-alat canggih seperti slow cooker karena merasa belum butuh.
Padahal kalau saya baca pengalaman ibuk-ibuk lain, enakan bikin MPASI itu dengan bantuan slow cooker. Tentunya lebih praktis, tinggal masukkan semua bahan, biarkan sampai masak tanpa perlu ditunggu. Setelah matang, sajikan makanannya dengan tekstur sesuai usia atau kemampuan makan bayi.
Se-simple itu masak MPASI dengan slow cooker. But entah kenapa saya belum berminat sama sekali mau pake alat masak tersebut, nggak tahu ya kalau adiknya nanti, hehe. Mungkin juga karena waktu saya full time at home, tidak seperti ibuk-ibuk yang bekerja di luar rumah.
Kalau mereka mah wajar butuh slow cooker karena pagi-pagi sudah harus berangkat kerja, lha kalau saya? Oke, sebenarnya ini cuma masalah pilihan sih. Ibu rumah tangga macam saya mau buat MPASI pake slow cooker juga sah-sah saja kok.
Lagipula saya juga tidak mengalami kesulitan memasak makanan bayi secara manual. Kesulitan yang saya hadapi saat masa MPASI Zhaf sudah masuk bulan ketiga ini justru lebih ke persoalan mood. Iya, mood bayinya yang kadang mau makan kadang nggak plus mood bundanya yang mulai ogah-ogahan masak.
Kalau bayi yang nggak mood makan atau tiba-tiba GTM mah wajar lha ini kok bundanya juga ikut-ikutan moodyan? Apa karena pengaruh hormon kehamilan ya? Haha
Yah meski kadang-kadang nggak mood masak saya tetap harus masak dong. Hanya saja efek dari nggak mood ini bikin saya kadang-kadang juga jadi sering telat menyiapkan MPASI untuk Zhaf Huhu, maafkan Bunda sayang. Kalau sudah begitu, neneknya (mama mertua) biasa turun tangan, mulai dari memasakan bubur hingga menyuapi Zhaf.
Ini nggak sering sih cuma beberapa kali tapi kalau saya perhatikan setiap neneknya yang masakin bubur dan suapin, dia makannya lahap banget. Proses makannya juga cepat, tidak sampai 30 menit. Saya sempat heran tapi nggak curiga.
Nah, belakangan baru saya tahu kenapa setiap kali neneknya yang masakin bubur Zhaf bisa lahap gitu makannya. Tidak seperti kalau Bundanya yang masakin bubur, biasa lama baru habis. Kamu mau tahu apa rahasianya?
Garam.
Ya ampuunn, bayi bunda yang usianya belum genap setahun sudah makan masakan bergaram. Selama ini, sejak Zhaf mulai MPASI saya sengaja masakin dia makanan tanpa garam (termasuk juga gula). Lantas tanpa sepengetahuan bundanya, Zhaf dikasih makan makanan yang bergaram. Itu artinya MPASInya sudah nggak murni tanpa gula garam lagi dong. Saat tahu kenyataan itu gimana reaksi saya? apa saya marah? Apa saya jengkel? Apa saya protes?
Mengapa MPASI untuk bayi di bawah usia satu tahun sebaiknya tidak Diberi tambahan gula garam?
gambar : banjarmasin post |
Baiklah, sebelum lanjut saya mau sharing dulu nih alasan mengapa MPASI bayi yang usianya masih di bawah setahun sebaiknya tidak diberikan tambahan gula garam. Ya kali, siapa tahu saja masih ada ibuk-ibuk yang belum tahu mengenai pemahaman dasar seperti ini lantas membiarkan bayinya mengonsumsi gula dan garam dengan bebas.
Pasalnya saya juga sudah beberapa kali menjumpai ibu-ibuk yang asal memberikan makanan pada bayinya. Padahal si bayi tersebut umurnya belum menginjak belasan bulan, tapi sudah dikasih berbagai makanan kue pesta yang pasti mengandung gulgar dan bahan-bahan lainnya. Tidak hanya itu, bayinya juga dikasih minum es buah yang ada campuran sirup dan gulanya.
Bahkan yang lebih parahnya, saya pernah menjumpai seorang ibuk yang bayinya belum genap enam bulan tapi sudah dikasih makan kue yang manis-manis. Duh, saya lihatnya jadi prihatin tapi nggak berani tegur atau memberi saran khawatirnya nanti saya dibilangin sok menggurui padahal pengalaman memberi MPASI juga masih minim sekali.
Bicara soal pengalaman, memang pengalaman saya nggak ada apa-apanya. Saya baru belajar menjadi seorang ibu, belajar dari pengalaman ibu-ibu lain pun belajar dari berbagai informasi terkait MPASI yang dapat dengan mudah saya akses lewat kecanggihan teknologi saat ini. Malah saya bisa langsung mendapatkan informasi langsung dari ahlinya. Sumber rujukan saya adalah anjuran IDAI dan panduan MPASI WHO.
Nah, anjuran IDAI dan panduan MPASI WHO sendiri sebenarnya tidak melarang adanya pemberian gula dan garam pada MPASI bayi di bawah umur setahun, hanya saja jumlahnya harus dibatasi. Jika bayi bisa makan tanpa gula garam malah lebih bagus lagi. Yup, sebaiknya memang pemberian gula dan garam untuk bayi di bawah usia 12 bulan dihindari. Kenapa demikian?
Berikut penjelasan yang saya dapatkan dari situs id.asianparent.com,
- Kebutuhan garam pada bayi kurang dari 1 gram per hari. Sementara di dalam ASI ataupun susu formula, terdapat 0.4 gram kandungan sodium yang sebenarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan harian bayi.
- Selama 6 bulan, bayi hanya menerima 1 rasa yaitu ASI, jenis menu apapun yang kita berikan padanya akan menjadi rasa yang baru baginya. Jadi sebenarnya tidak masalah bila kita tidak memberikan tambahan rasa pada MPASI bayi karena pada saat baru belajar makan, bayi belum mengenal berbagai macam rasa.
- Terlalu banyak kadar garam dalam tubuh bayi bisa menyebabkan kerja ginjal menjadi berat lho. Hal ini bisa meningkatkan risiko hipertensi dan penyakit ginjal di saat dewasa. Ini yang paling dikhawatirkan. Pasalnya kerja ginjal bayi di bawah umur setahun masih belum stabil.
Lalu Bagaimana dengan gula?
Sama seperti halnya garam, gula juga tidak dianjurkan untuk bayi di bawah 1 tahun. Namun masih banyak orang tua yang salah paham terkait pemberian gula. Bukan berarti karena menerapkan MPASI tanpa gula, kita jadi tidak memberikan makanan manis sama sekali untuk si Kecil.
Perlu diketahui, sebenarnya gula yang tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah usia satu tahun dalam jumlah banyak adalah gula buatan yang dibuat lewat proses kimiawi seperti gula pasir, atau gula pada makanan kemasan. Konsumsi gula sejenis inilah yang bisa berbahaya untuk si Kecil. Kenapa?
Gula dibuat dengan melalui berbagai tahap penyulingan di pabrik dan menggunakan bahan kimia yang bisa berbahaya untuk bayi.
Konsumsi gula di usia dini bisa menyebabkan kerusakan pada gigi. Kadar gula yang tinggi di dalam darah bisa menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Penelitian menunjukkan, anak yang sering mengonsumsi gula lebih mudah terkena diabetes dan obesitas kelak.
Eniwei, meskipun menerapkan MPASI tanpa gula garam kita tetap bisa kok memberi penambah rasa pada makanan bayi secara alami. Rasa manis alami bisa didapatkan dari buah-buahan seperti pisang dan pepaya.
Sedangkan untuk penambah rasa asin dan gurih bisa didapatkan dari lemak tambahan, membuat kaldu ayam homemade dengan tambah rempah-rempah serta bumbu aromatik. Bahkan saya kalau sajikan prona ikan untuk Zhaf cukup goreng dengan minyak saja itu rasanya sudah asin dan gurih lho padahal tidak dipakaikan garam dan jeruk nipis.
Tantangan Menjadi Ibu yang Ingin Idealis saat Anak Sudah MPASI
gambar : orbit digital |
Berjuang untuk memberikan si Kecil ASI Eksklusif dan MPASI Homemade yang no gulgar ternyata sama sulitnya. Saya ingat waktu Zhaf masih ASIX, sempat saya titipkan ke tantenya karena ada urusan sama ayahnya di luar.
Karena sejak lahir Zhaf menyusu secara langsung jadi saya cuma pesan ke tantenya, kalau si kecil nangis langsung telpon saja ya biar saya bisa segera pulang.
Dan karena selama di luar rumah tidak ada telpon masuk dari tantenya saya jadi tidak terburu-buru pulang meski ada feeling dan khawatir. Ayahnya juga sok meyakinkan kalau bayinya nggak rewel karena nggak ada orang rumah yang telpon.
Oke, gimana mau ada telpon masuk kalau pas Zhaf rewel, tantenya berusaha menangani dan mendiamkan sendiri. Tahu nggak apa yang dia lakukan? Jempol Zhaf dikasih air lalu dia biarkan Zhaf menghisapnya.
Baca Juga Pengalaman 6 Bulan Menyusui Zhaf
Rasanya badan saya langsung lemas seketika, seperti mau pingsan dengar pengakuan adik ipar saya itu. Saya jengkel, saya marah, saya menangis, saya sampai berselisih dengan suami yang bisa-bisanya menganggap apa yang dilakukan adiknya itu wajar. Ujung-ujungnya saya yang stres setiap mengingat kejadian itu. Hati saya rasanya sakit sekali.
Bagaimana tidak bila selama ini saya sudah berjuang keras memberikan Zhaf ASI Eksklusif lalu hanya dengan kejadian sepele seperti itu perjuangan saya jadi sia-sia?
Entahlah, saya tak tahu persis apa yang dilakukan tantenya itu termasuk sudah menggugurkan keeksklusifan ASI Zhaf atau tidak?
Satu-satunya yang bisa saya lakukan untuk mengatasi pikiran saya yang terlanjur dilanda stress saat itu hanyalah berusaha menenangkan dan meyakinkan diri kalau ASI Zhaf masih murni eksklusif. Toh, Zhafran tidak dikasih minum air putih langsung sama tantenya, hanya jempolnya yang dikasih basah dengan air.
Honestly, waktu Zhaf masih ASI Eksklusif sikap saya memang mendadak berubah, jadi super sensitif dan over protektif. Saking inginnya saya jadi ibu yang idealis untuk si kecil Dan gara-gara itu juga saya mudah terkena stres bahkan sampai mengalami depresi.
Setelah Zhaf berhasil melalui masa ASI Eksklusif barulah saya bisa menghela napas lega dan lebih mampu mengontrol kondisi emosional maupun psikologis saya. Saya tidak ingin terus-terusan dilanda stres yang memungkinkan timbulnya depresi berat sehingga saya yang harus menurunkan ekspektasi. Tidak lagi terlalu berambisi untuk menjadi seorang ibu yang idealis.
That's why, saya nggak marah, nggak jengkel dalem hati apalagi sampai menangis dan menjadikan itu sebagai beban pikiran saat tahu Zhaf sudah dikasih makan makanan yang bergaram sama neneknya. Kenapa pula saya harus marah? Neneknya mana tahu kalau Zhaf selama ini makan makanan tanpa garam.
Jangankan nenek dari ayahnya, nenek dari bundanya (mama saya) juga penganut MPASI bergaram. Semua anaknya termasuk saya waktu bayi dikasih makanan bergaram.
Bukan anak-anaknya saja lho, cucu pertamanya juga, si keponakan Al, waktu pertama kali makan Beliau yang masakin dan itu pake gulgar. Syukurnya sekarang mama saya sudah mulai paham tentang pemberian MPASI yang sesuai anjuran IDAI dan panduan MPASI WHO, jadi nggak protes dengan MPASI Zhaf yang saya masak tanpa gulgar.
Kalau neneknya dari ayahnya memang belum paham makanya saya juga nggak bisa protes dong apalagi sampai menyalahkan beliau, wong saya yang salah.
Siapa suruh nggak cekatan dan pake acara nggak mood masak segala. Kalau memang pengen menerapkan MPASI no gulgar sepenuhnya untuk Zhafran seharusnya saya tidak membiarkan orang lain yang memasakkan buburnya sekalipun orang itu adalah neneknya sendiri.
Sama halnya ketika saya sakit hati mengetahui tantenya membiarkan Zhaf mengisap jempolnya yang sengaja dibasahkan dengan air, saya marah tapi saya nggak bisa menyalahkan. Kenapa? Karena kejadian seperti itu nggak bakal terjadi kalau saya tidak meninggalkan Zhaf di tangan orang lain sekalipun itu adalah tantenya sendiri.
Setidaknya untuk jadi ibu idealis saya harus 24/7 membersamai si kecil, tidak membiarkan orang lain mengambilnya tanpa pengawasan. Nyatanya meski sejak Zhaf lahir saya nyaris tidak pernah meninggalkannya seorang diri tetap ada saja hal-hal yang tidak saya inginkan terjadi dan itu karena kelalaian saya.
Well, ini seperti mengawasi bayi yang baru mulai belajar jalan dan mengeskplorasi lingkungannya. Sekali pun kita sudah ekstra mengawasi tetap ada momen dimana si bayi lepas dari kontrol kita. Begitulah, seperti halnya bayi yang baru belajar jalan, ia akan sering terjatuh dulu baru benar-benar bisa berjalan dengan lancar, seorang ibu yang baru belajar mengasuh anak juga pasti tidak luput dari keterjatuhan, kan?
Kesimpulan
Menjadi ibu yang idealis memang tidak mudah. Apalagi kalau prinsip atau apa yang kita pahami dalam mengasuh anak berbeda dengan apa yang dipahami orang-orang di sekitar kita. Alih-alih dapat dukungan, kitanya yang mungkin malah dibully.
Memang tak ada apa-apanya pengalaman kita yang baru jadi orang tua kemarin sore dibanding orang tua yang telah melahirkan kita atau mereka-mereka yang lebih dulu menjadi orang tua. Tentunya mereka sudah banyak makan garam namun bukan berarti karena minim pengalaman kita tidak berhak menentukan pola asuh yang terbaik untuk anak-anak kita.
Lagipulan zaman sudah canggih. Minim pengalaman bukan berarti minim ilmu. Toh, sekarang ini untuk mendapatkan berbagai informasi atau ilmu terkait pola asuh atau parenting termasuk dalam hal ini masalah MPASI langsung dari pakarnya bukanlah hal yang sulit.
Buku-buku terkait ada banyak di Gramedia atau toko-toko buku. Kalau tidak mau rempong bisa pesan lewat toko buku online atau kalau terkendala masalah uang bisa pinjam di i-pusnas.
Situs-situs atau milis kesehatan juga tak kalah banyak. Atau kalau mau dapat penjelasan yang lebih detail lagi bisa langsung buka chanel youtube dokter Tiwi atau kepoin IG dokter Apin maupun dokter Meta Hanindita. Itu beberapa nama dokter yang recommended menurut saya.
So far, tugas kita yang penting usaha dulu, mau belajar, mau menggali informasi lebih banyak. Ah, bukankah belajar untuk menjadi orang tua memang tidak ada batasannya?
Kalau pun apa yang kita pelajari dan pahami bertentangan dengan apa yang dipahami orang-orang di sekitar kita, ya sudahlah. Biarkan mereka dengan pemahaman mereka. Kita pun punya pemahaman sendiri.
Jangan sampai karena enggan belajar, kita termasuk orang tua yang karena melihat si bayi sudah menunjukkan tanda-tanda mau makan langsung dikasih makan atau hanya karena si bayi sudah usia 6 bulan dan bisa makan kita jadi menyuapinya dengn sembarang makanan.
Hanya karena bayi sudah bisa makan bukan berarti dia bebas makan apa saja. Kemampuan makan bayi tak sama dengan kemampuan makan orang dewasa. Begitupula dengan lambung dan kinerja ginjalnya.
Masalah ini mungkin tampak sepele, tapi tidak menutup kemungkinan menimbulkan efek negatif yang baru kita sesali di masa mendatang. Jika pun tak bisa menjadi ibu yang ideal setidaknya jadilah ibu yang cerdas.
Maaf bila postingan ini ditulis dengan bawa-bawa perasaan. Hanya sekadar sharing dari ibu yang baru belajar memberikan makanan untuk bayinya.
Salam,
21 komentar untuk "MPASI 9 Bulan; No Gulgar dan Tantangannya"
Saya juga ada keponakan,sekarang usianya 14 bulan.
Dulu sewaktu usianya 9 bulan, ibu nya juga sering cerita. Kalau buatin menu MPASI tuk anaknya masih cara manual,
Sama seperti mba
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.