Kehamilan Kedua
Kehamilan Kedua - Usia si Bunay baru 8 bulan ketika saya mendapati hasil test pack menunjukkan dua strip merah. What’s means? Yeah, saya hamil lagi. Maa syaa Allaah. Saya nggak tahu gimana membuncahnya perasaan saya saat itu. Antara bahagia, terharu, tak menyangka (sekalipun saya sudah curiga duluan) dan yang jelas saya nggak sedih dong apalagi sampai stress. Justru yang ada saya merasa bahagia dan bersyukur, alhamdulilllaah diberi kesempatan hamil lagi seperti yang saya harapkan dalam diam *eh.
Yap, diam-diam saya memang berharap pengen hamil lagi secepat mungkin. Harapan saya yang satu ini tidak saya bilang ke suami sih, saya simpan sendiri dalam hati, heheh. Thats why, pasca melahirkan saya menolak KB menggunakan alat kontrasepsi dan menjadikan KB alami sebagai dalih. Padahal itu mah cuma modus saya saja, ups!
Jadi alasan sebenarnya mengapa saya nggak mau KB setelah melahirkan adalah karena saya pengen hamil lagi bukan karena takut tubuh saya dimasuki benda asing ya. Lagipula tujuan orang KB kan untuk membatasi keturunan eh maksud saya menjaga jarak kehamilan. Lha saya pribadi justru pengen hamil lagi dan punya anak dengan umur yang terpaut dekat.
FYI, harapan saya pengen punya anak dengan jarak usia dekat bukan harapan yang baru saya tumbuhkan kemarin sore. Bukan keinginan yang baru saya munculkan pula setelah menikah. Jauh sebelum hidup berumah tangga, bahkan saat masih duduk di bangku SMA pun saya sudah mendamba pengen punya anak kembar atau paling tidak punya anak-anak dengan rentang usia yang tidak begitu jauh.
Jujur saja, dari dulu saya suka sekali liat anak kembar atau kakak-adik yang tampak seperti seusia karena jarak lahirnya yang hanya beda setahunan. Setelah menikah, kesukaan saya makin menjadi-jadi. Rasanya, lucu dan gemesin saja liat kakak-adik yang tumbuh bersama seperti teman karena jarak usianya yang dekat apalagi kalau itu adalah anak kembar.
Nah, karena tipis kemungkinan untuk memiliki anak kembar, bisa memiliki anak yang tampak sebaya saja sudah merupakan anugerah yang luar biasa. Yah, walau setelah melahirkan dulu saya nggak bisa bisa bayangin, betapa baru melahirkan dan mengurus satu bayi rempongnya minta ampun apalagi kalau mengurus bayi kembar atau dua bayi secara bersamaan.
Harus saya akui mengurus bayi yang baru lahir itu sungguh bukan perkara yang mudah. Itu baru bayi yang berusia di bawah satu tahun lho. Entahlah gimana rempongnya saya kalau si bayi sudah menginjak usia toddler, sudah bisa lari ke sana kemari, super aktif dan di usia segitu saya kembali dihadapkan dengan mengurus bayi yang baru lahir lagi? Maa syaa Allaah.
Keadaan yang bakal saya hadapi bila saat itu tiba pastinya rempong banget. Mungkin, waktu saya nyaris 24 jam bakal tersita mengurus tiga bayi (dua bayi kecil plus satu bayi besar), dan hanya menyisakan sedikit sekali waktu saya buat me time dengan blogging or apapun itu. Atau bahkan mungkin saat itu saya sudah nggak bisa ngeblog lagi seperti sekarang but whatever itu memang konsekuensi yang harus saya terima. Saya sih tetap berharap masih bisa aktif ngeblog walau minimal hanya dengan satu atau dua tulisan dalam sebulan tapi entahlah kita lihat saja nanti. Yang jelas saat ini saya tidak sedang dalam keadaan terbebani.
Saya tahu banyak ibuk-ibuk di luar sana yang ketika tahu dirinya “kebobolan” seketika dilanda stress dan perasaan bersalah --mengingat anaknya yang masih kecil dan masih sangat butuh perhatian atau justru karena merasa dirinya yang belum sanggup untuk mengurus bayi lagi-- walau pada akhirnya mereka bisa ikhlas dan menerima kehamilan yang tak direncanakan itu. Tapi maaf, saya bukan termasuk ibuk-ibuk yang menganggap kehamilan kedua saya ini termasuk kebobolan dan saya jelas tidak terima kalau ada yang menganggap saya hamil lagi karena kebobolan.
Sejujurnya saya kurang setuju dengan adanya istilah kebobolan karena urusan hamil jelas merupakan urusan Allaah. Allaah yang punya hak memberi anak ke pasangan siapa saja yang Dia kehendaki. Jadi mau pake alat kontrasepsi secanggih apapun kalau Allaah mau takdirkan kita hamil ya bakal hamil juga. Sebaliknya, sekalipun nggak KB, kalau Allaah takdirkan kita nggak hamil ya nggak bakalan hamil.
Ada lho ya, pasangan suami istri yang setelah punya anak tahun 2001, baru dikaruniai anak lagi tahun 2011, padahal dalam selang sepuluh tahun itu si suami dan istri ini nggak pernah KB menggunakan alat kontrasepsi. Eh ini kisahnya pemilik kos yang saya tempati dengan suami waktu masih tinggal di Barru. Tapi banyak juga lho pasangan yang lamaaa baru punya anak dan sekalinya dikaruniai anak, seterusnya jadi mudah punya momongan.
Yup, anak merupakan hak prerogatif Allah. Kita, sebagai hamba nggak punya hak mengatur apa-apa yang sudah menjadi ketetapan Allaah. Ah, sungguh miris sekali bila kita sampai menyesali dan tidak menerima anugerah yang Allaah titipkan dalam rahim kita sementara di luar sana ada ribuan atau bahkan lebih perempuan yang begitu mendamba amanah itu dititipkan juga di rahim mereka. You must know, masih banyak perempuan yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan dua garis merah lantas kenapa harus menangisi dua garis merah yang muncul pada test pack sementara kita bisa dengan mudah mendapatkannya.
Saya tahu mengurus anak tidak pernah mudah, setidaknya karena saya sudah merasakannya dan saya juga tahu si kakak yang masih kecil itu masih butuh banyak perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Tapi ah siapa bilang, lahirnya si adik akan mengurangi kasih sayang orang tua pada si kakak? Siapa bilang kehadiran si adik akan mengalihkan seluruh perhatian orang tua dari si kakak? Siapa bilang si kakak akan terabaikan setelah adiknya lahir?
Justru yang ada malah kita dianjurkan untuk menyayangi dan mencintai sesuatu sewajarnya, sekadarnya saja, kan? Jangan terlalu berlebihan. Toh, anak adalah amanah yang dititipkan Allaah pada kita. Bukan milik kita sepenuhnya. Tugas kita hanyalah menjaga amanah itu dengan sebaik-baiknya. Amanah yang ketika kita mampu menjaganya dengan baik yakni dengan mendidik anak-anak kita tumbuh menjadi shalih-shalihah maka in syaa Allaah mereka akan menjadi investasi terbaik kita di akhirat kelak.
Nah, bicara soal amanah berupa anak memang bukan perkara yang ringan. Bahkan sejatinya anak merupakan UJIAN bagi kedua orang tuanya. Kita tahu bahwa ada pasangan yang dengan begitu mudahnya mendapatkan amanah ini tanpa perlu bersusah payah berjuang namun tidak sedikit pula pasangan yang untuk mendapatkan amanah ini harus melewati perjuangan yang panjang dan berliku-liku, bahkan ada pasangan yang semasa hidupnya dibebaskan dari amanah memperoleh momongan.
Baca juga : Ujian Penantian Buah Hati
Baca juga : Ujian Penantian Buah Hati
Ya, amanah ini sungguhlah berat. Tidak semua orang sanggup memikulnya. Bila hanya mengandalkan kekuatan sendiri pun saya akui saya yang amat lemah ini, yang baru lari beberapa ratus meter saja sudah ngos-ngosan, tidak akan sanggup melewati setiap proses untuk menjadi seorang ibu. Mulai dari hamil dengan berbagai keluhan yang luar biasa, melahirkan dengan rasa sakit yang dahsyatnya maa syaa Allaah, lantas dihujam lagi dengan rasa sakit saat menjalani proses awal menyusui hingga mengasuh anak dengan tantangan yang tak kalah menyakitkan akibat omongan pedas dari orang-orang sekitar.
Aih, jangankan saya, orang-orang terdekat di sekitar saya pun banyak yang meragukan kemampuan saya untuk menjadi seorang ibu, karena mereka tahu betapa lemahnya saya. Tapi buktinya apa? Nyatanya saya berhasil menjalani setiap proses yang membutuhkan kekuatan besar itu. Lantas darimana kekuatan yang saya dapatkan?
Laa hawla wa laa quwwata illaah billaah. Darimana lagi kalau bukan dari Sang Pemilik Kekuatan. Ingat, Allaah tidak akan menguji seorang hamba di luar batas kemampuannya. Saya tidak memaknai salah satu ayat dalam Alquran ini sebagai penjelasan bahwa ketika Allah memberikan ujian kepada hamba-Nya itu sudah sesuai dengan kadar atau kemampuan hamba-Nya. Tidak seperti itu, saya justru memaknai ayat ini dengan penjelasan yang berbeda. Bahwa ketika Allaah memberikan ujian kepada hamba-Nya, ketika itu pula, Dia memberikan kekuatan atau kemampuan kepada hamba-Nya untuk menghadapi ujian tersebut. Sungguh, tidak ada daya dan upaya melainkan semua datangnya dari Allaah.
Baca juga Mendambah Jodoh dan Anak, Jangan Lupa Pasrah
Baca juga Mendambah Jodoh dan Anak, Jangan Lupa Pasrah
Amanah berupa anak juga merupakan bagian dari ujian, kan? Jadi tidak usah ragu atau bimbang ketika Allaah memberikan kita amanah anak lagi. Tidak usah bertanya-tanya apakah saya sanggup, apakah saya mampu, apakah saya kuat, apakah saya siap menjalankan amanah tersebut?
Toh, ketika Allaah memberikan amanah itu artinya Dia percaya pada kita. Dan lagipula Dia tidak sekadar menitipkan amanah saja melaikan juga memberikan kita kekuatan agar mampu menanggungnya. Lantas kenapa kita tidak percaya pada-Nya sedang Dia percaya pada kita, Dia yang memberikan kita kekuatan dan Dia jelas yang lebih tahu tentang kesiapan kita.
Percayalah, setiap anak yang lahir ke dunia punya takdirnya masing-masing, rejekinya masing-masing. Allaah yang menjamin semua itu kerana Allaah yang memiliki mereka. Kita hanya dititipi, kita hanya sebagai perantara lahirnya mereka ke dunia. Maka tugas utama kita sebagai orang tua adalah cukup dengan menjalankan dan menjaga amanah itu dengan sebaik-baiknya.
So far, Ini adalah kehamilan yang saya inginkan. Kehamilan yang saya saya harapkan. Bahkan sekalipun ini bukan kehamilan yang direncanakan, saya dan suami akan tetap mensyukurinya. Sejauh ini saya dan suami memang belum ada pembahasan spesifik tentang anak, mulai dari mau punya anak berapa, mau jarak usianya berapa tahun dan bla bla. Jadi boleh dibilang kehamilan kedua saya ini termasuk kehamilan yang di luar rencana karena saya sendiri menolak KB dengan alat kontrasepsi. (Yaiyalah kalau mau direncanakan pastinya saya memilih KB dong)
Oya ngomong-ngomong tentang KB, sebelumnya yang saya tahu dan yang tertanam di otak saya selama ini adalah slogannya, 2 anak cukup. Jadi saya sempat beranggapan kalau orang tua yang menjalankan program KB artinya hanya akan memiliki dua anak. Slogan ini jelas bertentangan dengan anjuran dalam Islam. Karena Rasulullaah sendiri justru memerintahkan dan amat berbangga terhadap umatnya yang memilik banyak anak.
Dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, ‘Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat.’ ” (HR .Ibnu Hibban 9/338, Irwa’ no 1784)
Jadilah saya sempat berpikiran negatif memandang program KB. Malah sebelum paham benar dengan program pemerintah yang satu ini, saya sempat buat komitmen sama diri sendiri, kalau saya nggak bakal mau KB setelah menikah. Saya nggak mau ikut program yang jelas-jelas bertentangan dengan agama.
Namun anggapan saya tentang KB ternyata keliru. Setelah menikah baru saya paham kalau KB memang ada yang hukumnya haram tapi ada juga yang mubah, tergantung tujuannya. Kalau tujuan KB adalah untuk membatasi keturunan setelah mendapatkan jumlah anak yang diinginkan maka itu hukumnya haram. Misal, kita pengennya punya anak cukup 3 saja lalu setelah jumlah anak yang sesuai keinginan itu terpenuhi kita langsung KB dengan jalan mensterilkan rahim atau melakukan pengangangkatan rahim dsb tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, maka hal seperti ini jelas keharamannya.
Lain hal bila tujuan kita KB adalah untuk menunda kehamilan agar dapat memberi jarak pada kehamilan atau kelahiran sebelumnya. Misal tahun ini kita baru melahirkan dan berencana baru mau memiliki momongan lagi setelah menyapih si kecil saat umurnya dua tahun, maka hal yang seperti ini diperbolehkan. Apalagi kehamilan jarak dekat memang memiliki dampak yang kurang baik bagi kesehatan si ibu, anak dan janin dalam kandungannya, sekaligus juga dapat mengurangi produksi ASI.
Sayangnya saya luput dengan hal yang satu ini. Jadi alasan mengapa setelah melahirkan saya tidak langsung KB dengan alat kontrasepsi, selain karena saya ingin punya anak dengan jarak dekat, jujur saja saya kangen hamil lagi. Ada nggak ibuk-ibuk yang sama dengan saya, baru beberapa bulan brojol eh sudah kangen lagi pengen merasakan hamil? hehe.
Beneran lho ini, saya bener-bener kangen hamil lagi, kangen dengan tendangan-tendangan si jabang bayi dalem perut, kangen dengan perut saya yang membuncit dan pokoknya banyaklah hal yang saya kangenin saat menjalani masa kehamilan. Yah, sekalipun masa sembilan bulan itu diwarnai dengan berbagai macam keluhan yang super aduhai.
Namun terlepas dari dua alasan tersebut, alasan yang satu ini bisa jadi alasan utama mengapa saya mantap untuk tidak KB pasca melahirkan anak pertama. You know why? Karena proses yang saya jalani mulai dari hamil hingga mengasuh si kecil terutama pada saat menjalani proses persalinan tidak sampai menimbulkan trauma yang mendalam. Meski setelahnya saya sempat dilanda baby blues bahkan mungkin juga PPD but alhamdulillaah saya bisa melewati masa-masa sulit tersebut.
May be, akan beda ceritanya kalau proses yang saya jalani semasa mengandung hingga mengeluarkan anak pertama menimbulkan trauma berat. Ada lho ibuk-ibuk yang mengalami trauma setelah melahirkan anak pertamanya dan tidak mau punya anak lagi. Kayak yang dialami oleh salah satu rekan kerja saya sewaktu masih ngajar di MTs Serui.
Tapi wajar sih kalau teman saya itu sampai trauma, wong selama sembilan bulan hamil, selama itu pula dia berada dalam kondisi yang menyedihkan. Ngidamnya parah banget. Tidak bisa lihat matahari, mual dan muntahnya sepanjang trimester, beberapa kali diopname. Dia sampai terpaksa harus berhenti sementara mengajar karena kondisinya selama hamil benar-benar tidak memungkinkan untuk keluar rumah. Duh, segitu parahnya ya.
Ada juga ibuk-ibuk yang trauma karena menghadapi proses persalinan yang berat. Sudah menahan dahsyatnya rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh saat kontraksi, lantas makin menjadi-jadi sakitnya setelah dibantu dengan induksi karena pembukaan yang berjalan sedikit lamban, namun setelah pembukaan lengkap malah harus masuk di ruang operasi karena indikasi tertentu.
Syukurnya waktu hamil Bunay, kondisi saya nggak separah itu. Mual muntah hanya di trimester awal. Masuk trimester dua berganti keluhan lain, sering begah. Begitupun setelah masuk trimester tiga, keluhan makin bertambah karena perut yang kian membesar. Alhamdulillaah proses persalinan pertama yang saya hadapi juga berjalan lancar, tidak sampai diinduksi dan hanya dapat sedikit jahitan, walau tetap ada drama teriak-teriaknya, haha.
Etapi saya sih percaya saja, setrauma apapun seorang ibu pasca melahirkan dan sekalipun dia bilang nggak mau punya anak lagi tetap saja kalau dikasih momongan kembali pastinya dia akan legowo dan sanggup menanggung amanah tersebut. Ya kan Allaah yang beri kekuatan. Lagipula sudah menjadi kodrat perempuan untuk hamil, melahirkan, menyusui dan mengasuh anak-anaknya. Perjuangan yang tidak ringan memang tapi in syaa Allaah surga balasannya.
Oh ya, ngomong-ngomong soal menyusui, saya bener-bener luput dengan hal yang satu ini. Actually, i know that hormon kehamilan bisa mengurangi produksi ASI cuma yah pikiran saya nggak sampai ke sana. Saya dan suami juga dari awal nikah memang nggak ada pembicaraan soal mengatur jarak kehamilan. Dan karena saya menolak KB dengan alat kontrasepsi sehingga setelah masa nifas itu kami merasa cukup dengan KB alami saja. Itupun saya yakin meski tanpa KB alami dengan metode 'azl dan perhitungan kalender, saya nggak bakal cepat hamil. Setidaknya sampai sebelum Bunay memasuki usia 6 bulan dan mulai MPASI.
Sayangnya, saat Bunay menginjak usia 4 bulan metode KB alami dengan pemberian ASI Eksklusif pada Bunay tidak lagi efektif karena saya keburu haid. Jadi selanjutnya kami kembali lebih memilih KB alami dengan metode 'azl dan perhitungan kalender saja. Qadarullaah KB alami dengan dua metode ini hanya bertahan beberapa bulan saja😅.
Syukurnya saya baru hamil kembali setelah berhasil memenuhi hak Bunay untuk mendapatkan ASI terbaik selama 6 bulan pertama kehidupannya. Kalau keburu hamil sebelum itu ya mungkin saja Bunay nggak bakal lolos ASI Eksklusif karena produksi ASI saya benar-benar menurun setelah hamil. Ah, menyusui dalam kondisi tidak hamil saja butuh perjuangan yang berat apalagi dalam kondisi hamil.
Baca juga Pengalaman Enam Bulan MengASIhi Bunay
Baca juga Pengalaman Enam Bulan MengASIhi Bunay
Namun sekali lagi, kehamilan kedua saya ini bukan sesuatu yang harus saya sesali karena biarbagaimanapun janin kedua yang Allah titip dirahim saya adalah anugerah yang tetap harus saya syukuri. Kehadirannya memang mempengaruhi kuantitas ASI untuk kakaknya yang sementara masih dalam masa menyusui, tapi itu sama sekali tidak menghalangi niat dan tekad saya untuk tetap memberikan Bunay ASI hingga usia 2 tahun. Saya bahkan tidak peduli dengan orang-orang terdekat di sekitar saya yang lebih menyarankan agar Bunay sebaiknya disapih saja.
Toh, sejauh ini tidak ada indikasi tertentu yang mengaruskan saya untuk berhenti NWP (Nursing While Pregnant) meski saya akui semenjak tahu hamil semenjak itu pula sikap Bunay mendadak berubah seratus delapan derajat. Mulai dari semenjak sakit waktu usianya delapan bulann dia jadi pelit senyum, sering rewel dan bahkan nyaris tiap malam tidurnya pun tidak nyenyak. Kata orang-orang sih, karena mau punya adik jadi sikapnya berubah "manja" kayak gitu. Entah itu mitos atau memang ada hubungannya dengan kehamilan kedua saya ini?.
Tapi setidaknya sekarang sikap Bunay sudah agak mendinganlah, rewelnya nggak separah saat usia calon adiknya dalam kandungan baru sekira satu-dua bulan. Cuma tiap malam tidurnya memang terganggu karena stok ASI saya yang sedikit. Jadi tiap malam entah berapa kali Bunay terbangun pake acara nangis karena mungkin nggak puas dengan nenennya. Hiks maafin Bunda ya sayang. Kita berjuang sama-sama dulu ya, tunggu sampai adik lahir baru Kakak bisa "balas dendam", nenen sepuasnya. Yuppy, setelah (calon) adiknya lahir saya akan lanjut tandem nursing dan baru akan menyapih si Kakak dengan penuh cinta ketika usianya menginjak 2 tahun, in syaa Allaah.
FYI, sebelum mengakhiri catatan ini, saya ingin menginformasikan, karena tidak lama lagi Bunay mau punya adik jadi saya sudah mulai membiasakan dia dengan panggilan kakak, bukan lagi panggilan Bunay. So far ke depannya saya bakal ganti panggilan Bunay dengan panggilan Kakak di Kamar Kenangan ini.
Kuy, sekian dulu sharing tentang kehamilan kedua saya kali ini. Mohon doanya ya semoga kehamilan kedua saya dilancarkan dan semoga saya berhasil menyusui si kakak sampai usianya dua tahun.
Salam,
@siskadwyta
57 komentar untuk "Kehamilan Kedua"
Semoga sehat selaluki kak Siska.
Saya malah gak kepikiran sama sekali karena masih asyik main dan bergaul sama teman-teman.
Nanti setelah pacaran serius dan berencana nikah baru deh bahas soal anak sama calon suami :D
Setiap ibu memang memiliki pengalaman hamil & melahirkan masing-masing. Tapi yang jelas, anak adalah anugerah sekaligus ujian terindah untuk seorang ibu. Masya Allah.
Syukurlah jika Mbak Siska malah bisa bahagia :)
Sayaaa dong, baru punya anak kedua setelah 9 tahun. Qadarullah, padahal saya pun KB alami sejak dulu. So, memang anugerah kehamilan Mbak patut disyukuri.
Semoga ASI-nya tetap terus, ya. Kadang harus distop sih jika saat kandungan besar timbul kontraksi karena isapan si anak. Tergantung kondisi :)
Gapunya anak kembar dapet yg jaraknya deket.
Selamaaatt ya Mba\Ikut hepiii mau punya dedek lagi
--bukanbocahbiasa(dot)com--
Saya suka tulisan Mbak yang panjang dan positif. Sarat hikmah dan jadi penyadar serta pengingat agar bersabar.
Sebenarnya saya ingin hamil lagi, tetapi qadratullah, sejak pindah rumah ke sini karena digusur ada kejadian yang membuat saya tidak bisa hamil dengan segera. Salah satunya adalah KIS yang raib dari amplop untuk keluiarga saya. Punya anak dan suami ada tetapi punya saya tidak. Pasrah saja mungkin Allah belum izinkan dengan rencana-Nya. Jadi saya tetap harus KB pil. Padahal usia sudah jelang menopause. Finansial dan keselamatan saya (juga calon bayi nantinya harus diprioritaskan karena kami tidak mampu untuk bayar biaya persalinan secara caesar.
Benar, hamil tu anugerah maka harus dsyukuri.
Semoga Allah senantasa melidungi keluarga Mbak Siska.
Semangat ya, Bund. Adek saya, kelahiran anak ke 4 dan ke 5-nya hanya berjarak 11 bulan, artinya, dalam setahun itu dia melahirkan dua kali. Alhamdulillah semua bisa mereka lalui.
Tapi kemudian mengingat-ingat lagi bahwa banyak orang di sekitar yang sudah bertahun-tahun belum dikaruniai keturunan, lalu alhamdulillah saya mulai mensyukuri kehadiran anak kedua. Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah...
Ikut senang dan berdoa semoga diberi kehamilan yang lancar dan sehat untuk Ibu dan calon dedenya.
Aku suka banget sama perspektifnya, kak...
Walau imanku belum sampai di situ.
Karena aku juga termasuk Ibu yang memiliki anak usia jarak dekat.
Dan merasa banyak salah sama kaka dalam hal pengasuhan.
Semoga dimudahkan Allah untuk memperbaiki diri sebagai istri dan Ibu.
Aku juga berjarak sekitar 6 tahun sama adikku dan jadi ga asik gitu wkwkwk :)) Enaknya mah punya adik yang jaraknya deket jadi bisa diajak main bareng gitu kan. Semoga lancar dan sehat terus sampe persalinan ya kakk :)
Tapi, kami juga gak pernah usaha KB. Kapan pun dikasih amanah kami terima. Ternyata, keinginan suami yang dikabulkan. Usia anak-anak kami berdekatan. Alhamdulillah. Memang itu yang terbaik.
Semoga sehat selalu ya, Mbak :)
Dulu aku pengen punya anak banyak ternyata pas lahiran dan seteelah lahiran banyak dramanya jd emang kami putuskan stop, walau gk steril atau kb, lbh ke psikis. Cuma kalau dikasi lagi ya berarti dipercaya lg gtu kali ya...
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.