Pengalaman Enam Bulan MengASIhi Bunay
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Di usianya yang telah menginjak enam bulan ini alhamdulillaah Bunay sudah bisa mencicipi makanan selain ASI. Iyes, dia lulus ASI Eksklusif. Rasanya plong banget, akhirnya saya bisa memberikan apa yang menjadi hak pertama Bunay setelah ia lahir. For me, hak pertama dan yang utama bagi Bunay setelah ia lahir adalah mendapatkan ASI saja selama enam bulan. Setidaknya hanya itu yang saya pahami sebelum merasakan sendiri betapa memberi ASI Eksklusif pada bayi sungguh tidak semudah yang saya bayangkan.
Baca juga Cerita MPASI Bunay 6 Bulan
Baca juga Cerita MPASI Bunay 6 Bulan
Karena yang ada dalam bayangan saya, menyusui itu gampang! Tinggal menempelkan puting payudara ke mulut bayi, kan? That's why selama hamil saya hanya fokus membekali diri dengan ilmu kehamilan serta persiapan melahirkan saja. Urusan menyusui mah belakangan.
Kan yang tergambar di benak saya, menyusui itu gampang segampang memasukkan sedotan ke dalam mulut so saya merasa tidak perlu capek-capek mengedukASI diri dengan belajar menyusui. Lagipula tidak ada seorang pun yang memberitahu saya bahwa menyusui itu juga butuh ILMU.
Alhasil, saya mengawali mengASIhi Bunay dengan ilmu menyusui yang sangat-sangat minim. Saya tidak tahu bahwa menyusui yang baik itu harus dengan posisi dan pelekatan yang benar. Saya tidak kenal istilah growth spurt, supply on demmand, foremilk & hindmilk, dsb. Saya benar-benar buta dengan cara kerja ASI.
Mana setelah melahirkan saya dan Bunay ditinggalkan begitu saja. Tidak ada konselor laktasi yang mengedukASI dan mengarahkan saya untuk bisa menyusui dengan posisi dan pelekatan yang benar. Orang-orang terdekat yang menemani saya seusai melahirkan pun demikian. Tidak ada seorang pun yang mengajari saya cara menyusui dengan posisi dan pelakatan yang bisa meminalisir rasa sakit.
Akibatnya, puting saya lecet sampai berdarah-darah. Sakitnya minta ampun. Saking luar biasanya sampai-sampai saya merasa jauh lebih sakit saat pertama kali menyusui ketimbang sakitnya melahirkan secara pervaginam. Kok bisa gitu?
Ya kali, setidaknya penderitaan saya saat mengalami kontraksi pembukaan hanya berlangsung beberapa jam. Lha sakitnya menyusui pertama kali yang saya rasakan sampai berhari-hari bahkan masuk hitungan bulan. Oya sakit menyusui yang saya maksud di sini bukan sebatas sakit fisik (karena puting yang lecet dan berdarah) melainkan juga sakit psikis. Entah itu karena mom shaming yang saya terima dari orang-orang di sekitar maupun perasaan tersiksa dan menderita yang hadir setiap kali menyusui Bunay.
Padahal menyusui Bunay seharusnya membuat saya menjadi ibu yang sangat bahagia. Tapi apa yang saya rasakan? Saya tersiksa setiap kali Bunay menangis minta nenen. Saya menderita setiap harus menyodorkan payudara ini ke mulut mungilnya. Bahkan paling parahnya, saya merasa ingin hilang dari dunia saja setiap diterjang dengan hisapan Bunay. Mungkin kata-kata yang saya gunakan ini terkesan lebay ya tapi sungguh itulah yang saya rasakan.
Meski demikian saya keukeh bertahan memberikan ASI pada Bunay. Saya tetap bangun tengah malam dan begadang demi menghadapi kerewelan Bunay yang kerap dianggap lapar oleh orang-orang di rumah sekalipun saya sudah menyusuinya berjam-jam. Saya selalu meladeni rasa laparnya yang seolah tak berkesudahan. Saya setia membersamai Bunay selama 24 jam semenjak ia lahir hanya agar dia bisa mendapatkan ASI.
Well, saya tumbuh jadi ibu yang teramat fanatik dengan ASI. Saking fanatiknya, setetes air selain ASI yang masuk ke tubuh Bunay saja bisa bikin saya stress. Sejujurnya saya pun tidak rela bila Bunay dikasih minum minuman selain ASI, sekalipun yang diminumnya adalah obat. Yah, otak saya seperti sudah terdoktrin dengan ASI.
Karena ASI eksklusif adalah makanan terbaik untuk bayi yang baru lahir hingga menginjak usia 6 bulan. Karena sufor semahal apapun tidak akan bisa menandingi nutrisi yang terkandung dalam ASI. Karena ASI adalah investasi terbaik untuk pertumbuhan anak. Karena ASI bla bla bla.
Iya, saya akui, ilmu saya tentang menyusui memang sangat sangat minim bahkan boleh dibilang nihil tapi tidak dengan pengetahuan saya terkait pentingnya ASI. Dan walau pengetahuan itu lebih banyak hanya saya dapatkan dari media sosial. Untuk itu saya sangat bersyukur dengan adanya kampanye ASI yang semakin marak di lini masa.
At least, kampanye tersebut membawa efek positif terutama bagi para calon ibu, alhasil semakin banyak orang yang melek akan pentingnya mengASIhi. Jumlah ibu-ibu menyusui pun kian bertambah. Namun tak dimungkiri juga maraknya kampanye tersebut justru membawa efek negatif bagi sebagian ibu terutama bagi mereka yang tidak berhasil memberi anaknya ASI Eksklusif. Efek negatif itu bisa berupa perasaan sedih yang mendalam, merasa gagal menjadi ibu yang baik bahkan sampai mengalami depresi.
Aih, jangankan ibu yang gagal memberikan ASIX pada bayinya, saya saja saat berjuang memberikan ASIX selama enam bulan setelah Bunay lahir kemarin juga tidak lepas dari kondisi serupa. Jadi kebayang gimana depresinya ibu-ibu yang sangat besar keinginannya untuk memberi ASI Eksklusif pada buah hatinya namun tidak tercapai? Pasti berkali lipat dari depresi yang saya alami. Trus ada orang yang dengan gampangnya celetuk kok anaknya dikasih sufor? Kenapa nggak dikasih ASI? tanpa mikir perasaan si ibu.
Baiklah, dari pengalaman menyusui selama enam bulan dan in syaa Allaah sampai saat ini saya masih berjuang ingin mengASIhi Bunay hingga 2 tahun saya jadi tahu bahwa tidak semua orang tua beruntung memberikan ASI pada buah hatinya. Ada yang tidak beruntung karena minimnya ilmu yang ia miliki, ada yang tidak beruntung karena masalah kondisi, ada pula yang tidak beruntung karena kurangnya support system.
I mean, berhasil atau tidaknya memberikan ASI selama enam bulan kemudian dilanjutkan hingga kurang lebih dua tahun sangat dipengaruhi oleh tiga faktor berikut ini;
Ilmu
Kenyataannya banyak ibu yang gagal mengaASIhi karena faktor yang satu ini. Kurang membekali diri dengan ilmu alhasil si ibu jadi gampang panik, gampang pula diintervensi. Ini satu contoh kasus yang kerap terjadi, banyak orang tua yang terburu-buru memberikan sufor pada bayinya yang baru lahir hanya karena ASI si ibu tak kunjung keluar hingga hari kedua atau ketiga lasca melahirkan. Miris, karena biasanya keputusan tersebut diambil setelah mendapat intervensi dari pihak RS.
Jujur saja, meski ilmu menyusui saya sangat minim bahkan nihil tapi setidaknya saya paham akan pentingnya mengASIhi. Bahkan sudah tertanam dalam otak saya, setelah melahirkan bayi saya harus mendapatkan IMD dan dia hanya akan minum ASI. Ya, saat itu saya memang benar-benar buta dengan cara menyusui yang sebenarnya tapi paling tidak saya tahu bayi masih bisa bertahan tanpa asupan makanan hingga 3x24 jam.
Selain itu, untuk menghindari adanya intervensi saya dan suami sengaja mencari tempat bersalin dengan provider yang pro IMD, pro ASI dan juga pro room ini. Alhamdulillaah, kami bisa mendapatkan rumah sakit yang memenuhi ketiga hal tersebut. Dokter kandungan yang menangani persalinan saya pun pro normal. Cuma minesnya itu saja sih, tidak ada konselor laktasinya.
Dari pengalaman tersebut jelas sekali kan, faktor ilmu ini penting banget. Sebaiknya sebelum melahirkan memang kita sudah menguasai ilmu mengASIhi dan menyusui. Atau minimal kita sudah membekali diri dengan ilmu dasar. Ilmu yang kita miliki itulah yang akan menghadirkan keyakinan. Nah, keyakinan untuk memberikan ASI pada si kecil yang sudah dipupuk jauh sebelum hamil ataupun melahirkan itu bisa menjadi dasar yang kuat lho.
Kondisi
Selanjutnya faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya si kecil mendapatkan ASI terutama di enam bulan pertama kehidupannya adalah kondisi. Kondisi yang saya maksud di sini adalah keadaan si ibu dan bayinya pasca persalinan.
Kita tahu bahwa kondisi persalinan setiap ibu berbeda-beda. Ada yang proses persalinannya lancar ada pula yang terhambat. Begitupun dengan kondisi si bayi setelah lahir, ada yang tidak butuh perawatan khusus, ada pula bayi yang harus masuk inkubator.
Tentu bagi ibu yang bersalin secara pervaginam, memberikan ASI bukanlah hal yang sulit. Bayi yang tidak masuk inkubator pun lebih mudah mendapatkan ASI bahkan IMD ketimbang bayi yang membutuhkan perawatan khusus. Beda hal dengan ibu yang menjalani proses persalinan secara sectio. Tidak mudah bagi mereka memberikan ASI apalagi untuk menjalani IMD sesaat setelah lahir. Namun tidak mudah bukan berarti tidak bisa, kan? Semua itu kembali lagi, tergantung pada kondisi ibu dan bayinya jika memungkinkan.
Alhamdulillaah, kondisi saya dan si kecil pasca persalinan sama baiknya. IMD pun bisa segera dilakukan sesaat setelah Bunay brojol. Setelah dibersihkan dan diobservasi Bunay juga langsung diberikan ke saya, jadi saya punya banyak waktu untuk menyusui dia. Well, di hari-hari pertama menyusui itu saya sama sekali tidak khawatir dengan persoalan apakah ASI saya keluar atau tidak. Fokus saya hanya menyusui Bunay sesering mungkin, selama yang ia mau. Syukur, di hari kedua kalau nggak salah ASI saya sudah keluar dan saya juga sudah diperbolehkan pulang ke rumah.
Alhamdulillaah keluarga saya termasuk keluarga yang support ASI. Bahkan selama 40 hari pasca melahirkan saya dibebastugaskan dari pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci baju, memasak, menyapu, dsb. Bahkan menyimpan tempat tidur pun saya dilarang. Pokoknya saya dilarang kerja apa-apa selain MENYUSUI dan MAKAN YANG BANYAK agar ASI saya lancar.
Baca juga 50+ Mitos Seputar ASI dan Menyusui
Enak banget ya? Mungkin ada yang berpikir demikian tapi bagi saya tidak. Masa-masa awal menyusui itu adalah masa yang berat buat saya. Memang selama 40 hari itu pekerjaan saya cuma menyusui doang tapi efeknya luar biasa. Benar-benar seperti menguras seluruh tenaga. Apalagi saat itu saya masih kaku dan belum menemukan posisi menyusui yang nyaman. Makanya saya merasa sangat menderita selain efek sakit karena puting lecet, badan-badan juga suka pegel setiap menyusui.
Malamnya pun saya harus melawan kantuk, terjaga hingga pagi. Siangnya saya malah nggak bisa tidur sama sekali. Dan kondisi tersebut berlangsung selama lebih dari 40 hari. And you know what yang terlintas dalam pikiran saya dengan kondisi yang nampak naas itu? Zombie. Yes, saya berpikir dengan kondisi seperti itu saya sudah kayak zombie saja, haha.
Sayangnya support yang diberikan orang-orang sekeliling saya lebih terfokus pada si baby. Saya disuruh MAKAN BANYAK agar ASI lancar itu semua tujuannya hanya agar Bunay bisa puas nenen dan nggak rewel. Tapi kalau Bunay rewel tetap bundanya selalu yang disalahin. Dibilang ASI saya sedikitlah, kuranglah, nggak adalah, apalah. Hiks. Sakit hati saya dikomentari seperti itu. Belum dengan tekanan-tekanan lain yang saya dapatkan pasca melahirkan.
Alhasil saya jadi stres bahkan sampai depresi. Akibatnya juga lari ke ASI. Produksi ASI saya jadi menurun gara-gara sering termakan dengan omongan orang yang bilang ASI saya kurang makanya si kecil rewel trus. Sebenarnya saya juga sempat khawatir kalau-kalau ASI saya benar-benar kurang dan tidak mencukupi kebutuhan Bunay. Namun kekhawatiran saya lenyap seketika saat mendapati hasil timbangan BB Bunay di bulan pertamanya naik sampai 1,3kg dari BB lahir.
Baca juga Catatan Pertumbuhan Bunay
Sejak saat itu saya berusaha berpikir positif, tak apa produksi ASI saya tidak melimpah yang penting bisa MENCUKUPI kebutuhan Bunay. Indikatornya kan jelas, kalau dibilang ASI saya kurang atau sedikit nggak mungkin kan BB Bunay bisa bertambah sampai lewat sekilo dari BB lahirnya. Trus saya juga heran dengan orang-orang yang bilang ASI saya kurang atau sedikit, tahu kurang atau sedikitnya darimana coba? Saya saja yang menyusui tidak tahu seberapa banyak ASI yang ada di payudara saya. Tidak pernah memerah soalnya. Eh pernah sih sekali dua kali saya perah dengan tangan karena penasaran dengan jumlahnya. Tapi setelah saya perah berjam-jam, hasilnya sentuh angka 50ml pun nggak sampai.
Lantas apakah dengan hasil perah menggunakan tangan yang tidak sampai 50ml itu dapat diambil asumsi atau kesimpulan kalau ASI saya memang sedikit?
Tentunya tidak, karena sebenarnya yang paling tahu kondisi banyak atau tidaknya ASI yang ada dalam payudara ibu adalah bayi si ibu itu sendiri. Masalahnya bayi kan belum bisa ngomong ya makanya salah satu indikator yang dilihat adalah hasil timbangan BB si kecil tiap bulan. Trus kenapa juga saya percaya begitu saja dengan omongan negatif orang tentang ASI saya. Nah, kalau bahas seperti ini berarti sudah berkaitan lagi dengan yang namanya mom shaming dan kemungkinan postingan ini bakal makin melebar jadi saya cukupkan sharing pengalaman enam bulan mengASIhi Bunay sampai di sini saja dulu.
In syaa Allaah perjuangan mengASIhi Bunay masih berlanjut
Salam,
@siskadwyta
Kita tahu bahwa kondisi persalinan setiap ibu berbeda-beda. Ada yang proses persalinannya lancar ada pula yang terhambat. Begitupun dengan kondisi si bayi setelah lahir, ada yang tidak butuh perawatan khusus, ada pula bayi yang harus masuk inkubator.
Tentu bagi ibu yang bersalin secara pervaginam, memberikan ASI bukanlah hal yang sulit. Bayi yang tidak masuk inkubator pun lebih mudah mendapatkan ASI bahkan IMD ketimbang bayi yang membutuhkan perawatan khusus. Beda hal dengan ibu yang menjalani proses persalinan secara sectio. Tidak mudah bagi mereka memberikan ASI apalagi untuk menjalani IMD sesaat setelah lahir. Namun tidak mudah bukan berarti tidak bisa, kan? Semua itu kembali lagi, tergantung pada kondisi ibu dan bayinya jika memungkinkan.
Alhamdulillaah, kondisi saya dan si kecil pasca persalinan sama baiknya. IMD pun bisa segera dilakukan sesaat setelah Bunay brojol. Setelah dibersihkan dan diobservasi Bunay juga langsung diberikan ke saya, jadi saya punya banyak waktu untuk menyusui dia. Well, di hari-hari pertama menyusui itu saya sama sekali tidak khawatir dengan persoalan apakah ASI saya keluar atau tidak. Fokus saya hanya menyusui Bunay sesering mungkin, selama yang ia mau. Syukur, di hari kedua kalau nggak salah ASI saya sudah keluar dan saya juga sudah diperbolehkan pulang ke rumah.
Kondisi saya dan Bunay tidak bisa disamakan dengan kondisi ibu yang melalui proses persalinan di meja operasi dan atau bayinya harus mendapatkan perawatan intensif terlebih dahulu. So saya sungguh salut dengan ibu-ibu yang walau dengan kondisi sulit seperti itu tetap berusaha berjuang mengASIhi bayinya. Sekalipun pada akhirnya perjuangan mereka harus putus di tengah jalan karena kondisi yang benar-benar tidak memungkinkan.
Support System
Faktor yang tak kalah penting adalah support system dari keluarga dan orang sekitar, terutama suami. Sayangnya banyak ibu yang gagal memberi bayinya ASI eksklusif justru karena pengaruh orang-orang terdekatnya sendiri. Maka beruntunglah mereka yang dikeliling orang-orang yang support dengan ASI apalagi kalau suami mampu berperan jadi ayah ASI.Alhamdulillaah keluarga saya termasuk keluarga yang support ASI. Bahkan selama 40 hari pasca melahirkan saya dibebastugaskan dari pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci baju, memasak, menyapu, dsb. Bahkan menyimpan tempat tidur pun saya dilarang. Pokoknya saya dilarang kerja apa-apa selain MENYUSUI dan MAKAN YANG BANYAK agar ASI saya lancar.
Baca juga 50+ Mitos Seputar ASI dan Menyusui
Enak banget ya? Mungkin ada yang berpikir demikian tapi bagi saya tidak. Masa-masa awal menyusui itu adalah masa yang berat buat saya. Memang selama 40 hari itu pekerjaan saya cuma menyusui doang tapi efeknya luar biasa. Benar-benar seperti menguras seluruh tenaga. Apalagi saat itu saya masih kaku dan belum menemukan posisi menyusui yang nyaman. Makanya saya merasa sangat menderita selain efek sakit karena puting lecet, badan-badan juga suka pegel setiap menyusui.
Malamnya pun saya harus melawan kantuk, terjaga hingga pagi. Siangnya saya malah nggak bisa tidur sama sekali. Dan kondisi tersebut berlangsung selama lebih dari 40 hari. And you know what yang terlintas dalam pikiran saya dengan kondisi yang nampak naas itu? Zombie. Yes, saya berpikir dengan kondisi seperti itu saya sudah kayak zombie saja, haha.
Sayangnya support yang diberikan orang-orang sekeliling saya lebih terfokus pada si baby. Saya disuruh MAKAN BANYAK agar ASI lancar itu semua tujuannya hanya agar Bunay bisa puas nenen dan nggak rewel. Tapi kalau Bunay rewel tetap bundanya selalu yang disalahin. Dibilang ASI saya sedikitlah, kuranglah, nggak adalah, apalah. Hiks. Sakit hati saya dikomentari seperti itu. Belum dengan tekanan-tekanan lain yang saya dapatkan pasca melahirkan.
Alhasil saya jadi stres bahkan sampai depresi. Akibatnya juga lari ke ASI. Produksi ASI saya jadi menurun gara-gara sering termakan dengan omongan orang yang bilang ASI saya kurang makanya si kecil rewel trus. Sebenarnya saya juga sempat khawatir kalau-kalau ASI saya benar-benar kurang dan tidak mencukupi kebutuhan Bunay. Namun kekhawatiran saya lenyap seketika saat mendapati hasil timbangan BB Bunay di bulan pertamanya naik sampai 1,3kg dari BB lahir.
Baca juga Catatan Pertumbuhan Bunay
Sejak saat itu saya berusaha berpikir positif, tak apa produksi ASI saya tidak melimpah yang penting bisa MENCUKUPI kebutuhan Bunay. Indikatornya kan jelas, kalau dibilang ASI saya kurang atau sedikit nggak mungkin kan BB Bunay bisa bertambah sampai lewat sekilo dari BB lahirnya. Trus saya juga heran dengan orang-orang yang bilang ASI saya kurang atau sedikit, tahu kurang atau sedikitnya darimana coba? Saya saja yang menyusui tidak tahu seberapa banyak ASI yang ada di payudara saya. Tidak pernah memerah soalnya. Eh pernah sih sekali dua kali saya perah dengan tangan karena penasaran dengan jumlahnya. Tapi setelah saya perah berjam-jam, hasilnya sentuh angka 50ml pun nggak sampai.
Lantas apakah dengan hasil perah menggunakan tangan yang tidak sampai 50ml itu dapat diambil asumsi atau kesimpulan kalau ASI saya memang sedikit?
Tentunya tidak, karena sebenarnya yang paling tahu kondisi banyak atau tidaknya ASI yang ada dalam payudara ibu adalah bayi si ibu itu sendiri. Masalahnya bayi kan belum bisa ngomong ya makanya salah satu indikator yang dilihat adalah hasil timbangan BB si kecil tiap bulan. Trus kenapa juga saya percaya begitu saja dengan omongan negatif orang tentang ASI saya. Nah, kalau bahas seperti ini berarti sudah berkaitan lagi dengan yang namanya mom shaming dan kemungkinan postingan ini bakal makin melebar jadi saya cukupkan sharing pengalaman enam bulan mengASIhi Bunay sampai di sini saja dulu.
In syaa Allaah perjuangan mengASIhi Bunay masih berlanjut
Salam,
@siskadwyta
37 komentar untuk "Pengalaman Enam Bulan MengASIhi Bunay"
Saya juga bisa ASIX setelah anak kedua, anak pertama pakai sufor karena ga tau caranya nyusuin yang bener jadinya ga keluar banyak ASInya.
Anak kedua bertekad ASIX dan ternyata, masha Allaaahhh sulit juga mengASIhi itu.
Beneran gara2 nyusui sulit, sampai saya lupa sakitnya di sesar wakakak
Ilmu mengASIhi anak memang sangat penting dipelajari bagi ibu yang baru melahirakan.
Alhamdulillah anaknya diberi Asi eksklusif, semoga bunay tumbuh menjadi anak yang cerdas dan sayang pada orangtua.
Alhamdulillah saya gak sedramatis Siska. Semuanya lancar dan berhentinya pun wajar aja.
Ternyata harus banyak-banyak ilmu ya ketika akan menjadi seorang ibu
Selamat ya kak, semoga sehat selalu.
Inget dulu pas anak pertama. Untuk anak ke 2, udah mayan banget, gak pke lecet.
Ternyata ilmu memberi ASI ada jg ilmunya selain ilmu parenting, atau itu sdh bagiannya yah??
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.