Menyikapi Fenomena Viral di Era Digital
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّØْÙ…َÙ†ِ اارَّØِيم
Ternyata
kalau pengen jadi orang terkenal di era digital ini gampang banget ya? Modalnya cuma dua. Cari sensasi dengan mengupload video dan gambar
"konyol" yang menarik perhatian atau buat pernyataan-pernyataan yang
kontroversi di media sosial. Dijamin bakal segera viral.
Sebut saja si anu yang mendadak terkenal bahkan
sampai diundang ke istana dan ketemu dengan presiden Jokowi berkat
tulisan-tulisan kontroversinya di facebook, terutama yang berjudul 'W' itu.
Moms pasti tahu tulisan yang saya maksud. Lucunya, belakangan baru terkuak,
tulisan yang bikin si anu naik daun itu rupanya hasil plagiat.
Ada pula si inu yang seketika jadi selebgram,
bahkan sampai diundang masuk acara TV karena video t*kt*k-nya yang menyanyi
lagi syantik untuk Iqbal viral dan menyita perhatian banyak netizen. Yup, si
inu yang mengaku-ngaku sebagai istri dari pemeran Dilan ini menjadi populer
karena prestasinya dalam membuat sensasi.
Berbicara tentang orang-orang yang berhasil
terkenal karena sensasi dan kontroversi, sebenarnya bukan hal yang baru di
negeri ini. Jangankan si anu dan si inu, yang sudah jadi artis saja masih doyan
bikin sensasi demi menaikkan rating maupun mempertahankan popularitasnya.Tidak
sedikit pula public figure yang hobi bikin
kontroversi demi uang dan ketenaran. Tidak perlulah saya sebutkan nama. Lagipula
saya tidak bermaksud menyoroti mereka. Saya hanya merasa lucu dan geli dengan
selera masyarakat Indonesia.
Lho kok?
Baiklah, mungkin hanya sebagian orang yang
menganggap, popularitas yang diraih lewat sensasi dan kontroversi tidak layak
dan patut dibanggakan. Sebagian lagi justru berpendapat, no problem, terserah mereka dong mau tenar dengan cara apapun. Entah itu dengan berbuat konyol, mempermalukan
diri sendiri atau menunjukkan kebodohan, whatever. Lagian banyak orang yang suka dan merasa terhibur dengan konten-konten yang
mereka buat. Buktinya, bisa sampai viral gitu. Trus kenapa kamu yang sewot,
atau jangan-jangan kamu iri ya, nggak mampu menyamai ketenaran mereka?
Tuh, kan!
Bukannya sewot apalagi iri, saya hanya merasa lucu dan geli dengan selera
masyarakat Indonesia (baca; netizen). Konten-konten yang kayak gitu kok
diviralkan. Manfaatnya apa? Kebaikannya apa? Menginspirasi nggak? Bernilai
nggak? Barangkali pertanyaan yang satu ini juga
pernah terbesit di benak kita. Kenapa
sih orang-orang yang suka cari sensasi dan bikin kontroversi lebih terkenal ketimbang
orang-orang berprestasi? Atau kenapa berita-berita tentang anak-anak muda yang
berhasil bikin konten-konten alay dan norak di media sosial lebih menarik
perhatian netizen daripada berita-berita yang datang dari anak-anak muda dengan
kesukesan mendulang prestasi di kancah Internasional? (silakan dijawab sendiri)
See! Saya sengaja memasang meme yang sempat beredar di medsos beberapa waktu lalu ini bukan dengan maksud ingin meremehkan atau membanding-bandingkan, tapi sebatas ingin menunjukkan, kira-kira seperti itulah selera para netizen kebanyakan. Alih-alih memviralkan konten-konten berfaedah, netizen lebih doyan menyebarluaskan konten-konten yang unfaedah. Belum ditambah dengan netizen yang masih suka mengonsumsi berita-berita hoax maupun konten-konten negatif. Well, akhir-akhir ini
dunia maya memang sering kebanjiran konten-konten yang kalau bukan isinya sampah alias hoax pasti unfaedah sama sekali. And you know what, semua itu berawal dari satu kata "VIRAL".
Nah, ngomong-ngomong tentang viral, sebenarnya konten-konten seperti apa saja sih yang pantas di-viralkan?
Kalau menurut saya pribadi sih, setidaknya konten-konten yang pantas diviralkan itu memuat poin-poin ini;
Yup, konten tersebut harus bernilai positif. Membedakan konten positif dan negatif ini gampang banget kok. Karena hal ini sama saja seperti membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Simply, semua konten yang bermanfaat (bukan berbau SARA, pornografi, propaganda, ujaran kebencian, mengundang fitnah atau hoax, radikalisme, dsb) merupakan konten positif.
Sebenarnya konten-konten yang bermuatan positif ini pun banyak tersebar di media sosial. Sayangnya masih kalah pamor dengan selera netizen yang lebih tertarik mengonsumsi konten-konten negatif. Masalah ini patut jadi perhatian. Apalagi sebagai orang tua, pastinya kita nggak mau kan, anak-anak kita teracuni konten-konten negatif. Oleh sebab itu, memviralkan konten-konten positif di media sosial itu penting banget. Hal ini perlu dilakukan untuk membendung konten-konten negatif yang terlanjur marak di lini masa.
Daripada memviralkan sesuatu yang sama sekali tidak memiliki nilai guna, mending kita sebarluaskan konten-konten yang bernuansa edukatif. Konten edukatif ini bukan hanya berkaitan dengan masalah akademisi. Konten-konten yang bertema parenting, kesehatan, makanan sehat, how to dsb juga termasuk dalam konten edukatif, karena dapat mengedukasi dan memberikan pelajaran pada kita.
Saya rasa, menemukan konten-konten seperti itu di era digital ini tidak sulit kok. Apalagi sudah banyak para ahli yang juga turun tangan hingga membuat website khusus berisikan konten-konten yang sangat mengedukatif pembacanya.
Semua konten yang sifatnya menginformasi atau menerangkan juga layak diviralkan. Apalagi kebutuhan masyarakat akan informasi sekarang ini sudah seperti kebutuhan primer. Setiap hari kita nonton televisi, baca koran atau buka medsos tentu tujuannya selain dapat hiburan adalah untuk mendapatkan informasi ter-update dan teraktual.
Namun perlu diingat, tidak semua informasi yang kita terima, terutama lewat media sosial adalah benar sesuai fakta. Justru kebanyakan informasi-informasi yang beredar luas di media sosial adalah informasi-informasi hoax. Hal ini sesuai dengan data KOMINFO, media sosial sekarang ini memang lebih didominasi hoax daripada fakta. Miris sekali kan?
Baca juga Ayo Lawan Hoax dengan Bijak Bersosmed
Kira-kira mana yang menurut kamu lebih menginspirasi, kisah anak muda yang mendadak viral karena video alay-nya atau kisah seorang anak yatim piatu yang umurnya masih dibawah tujuh tahun tapi sudah mampu mengharumkan nama Indonesia dengan prestasi hapalan Al-Qur'annya se-tingkat Internasional?
Jelas kisah yang kedua, lalu mengapa kisah pertama yang lebih sering viral dan diekspos media? Bayangin saja, apa jadinya nasib generasi bangsa Indonesia kalau yang menjadi tontonan dan tuntunan mereka adalah kisah-kisah baik yang tayang di layar kaca maupun terpajang layar gadget sama sekali tidak memberi inspirasi. Tentu, masalah ini jadi polemik yang seharusnya bisa segera kita tuntaskan. So, please stop making stupid people famous.
Saya sengaja memasukkan poin ini, karena sering sekali dapat broadcast berupa hadis-hadis yang menyuruh kita melakukan amalan tertentu sementara sumbernya sendiri tidak jelas. Ditambah pula dengan polesan kata-kata sebarkan, viralkan, kalau tidak sesuatu akan menimpa dirimu, keluargamu dan bla bla bla. Oke, saya gerah banget kalau dapat broadcast-broadcast yang kayak gini.
Sejauh pengamatan saya, konten-konten yang sengaja membawa-bawa nama agama memang cepat viral. Sayangnya, konten-konten berbau Islami yang sering viral itu adalah hoax. Nah, kalau kita ikut-ikutan sebar hadis-hadis yang asalnya bukan dari Rasul, bahaya lho, karena itu jatuhnya pada bid'ah.
Sabda Rasul ; "Barang siapa yang membuat suatu perkara baru (bid'ah) dalam agama kami yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak (HR Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
So far, sebagai umat Islam kita memang perlu mendukung dan memviralkan konten-konten Islami, tapi tetap harus hati-hati. Jangan sampai kita terjebak ikut-ikutan membagikan konten yang sengaja dibungkus dengan kemasan "agama", lebih-lebih bila konten tersebut disebarluaskan hanya demi kepentingan pihak-pihak tertentu.
Itulah konten-konten yang menurut saya layak diviralkan. Mirisnya, sampai saat ini media sosial masih sering riuh dengan konten-konten di luar lima poin di atas. Lantas bagaimana seharusnya kita menyikapi konten-konten yang sudah terlanjur viral?
Nah, inilah tiga tips yang bisa saya berikan untuk kamu dalam menyikapi konten-konten viral tersebut;
Cek dan ricek ini penting banget. Jangan langsung ikut-ikutan menyebar suatu berita atau konten yang belum kita ketahui jelas kebenarannya. Minimal kita harus pastikan terlebih dahulu berita tersebut merupakan fakta atau sebaliknya. Pastikan juga konten viral tersebut termasuk konten yang layak viral nggak? (paling tidak memenuhi salah satu dari lima poin di atas)
Setelah melakukan cek dan ricek barulah kita melakukan penyeleksian alias saring konten-konten viral mana saja yang layak ikut dibagikan dan konten-konten viral mana saja yang semestinya tidak disebar.
Tapi memilih bersikap apatis atau masa bodoh dengan konten-konten negatif yang viral itu juga kurang tepat lho. Itu sama saja seperti kita ingin cari selamat sendiri dan membiarkan orang lain tersesat. Mungkin masih banyak netizen yang memang benar-benar tidak bisa membedakan antara konten negatif dan konten positif atau belum bisa mengenali dengan baik berita-berita hoax. Minimal yang bisa kita lakukan adalah ikut meluruskan atau mengingatkan bahwa tidak semestinya kamu ikut-ikutan memviralkan sesuatu yang tidak bermanfaat.
Apalagi sebagai seorang blogger. Tentunya, kita sudah memiliki senjata utama untuk memerangi konten-konten negatif yang terlanjur viral itu. Yakni dengan turut andil menulis postingan-postingan yang memuat konten positif di platform blog kita ini. Tulis konten positif yang menarik, publish dan share ke semua media sosial yang kita punya. Meski konten-konten yang kita bikin tidak viral tapi setidaknya kita sudah melakukan tindakan nyata ketimbang hanya diam saja. Iya kan, guys?
Itulah 3 tips dari saya dalam menyikapi fenomena viral di era digital ini, kalau sikap kamu menghadapi fenomena viral ini seperti apa ? Share yuk di kolom komentar :)
Nah, ngomong-ngomong tentang viral, sebenarnya konten-konten seperti apa saja sih yang pantas di-viralkan?
Kalau menurut saya pribadi sih, setidaknya konten-konten yang pantas diviralkan itu memuat poin-poin ini;
Positif
Sebenarnya konten-konten yang bermuatan positif ini pun banyak tersebar di media sosial. Sayangnya masih kalah pamor dengan selera netizen yang lebih tertarik mengonsumsi konten-konten negatif. Masalah ini patut jadi perhatian. Apalagi sebagai orang tua, pastinya kita nggak mau kan, anak-anak kita teracuni konten-konten negatif. Oleh sebab itu, memviralkan konten-konten positif di media sosial itu penting banget. Hal ini perlu dilakukan untuk membendung konten-konten negatif yang terlanjur marak di lini masa.
Edukatif
Saya rasa, menemukan konten-konten seperti itu di era digital ini tidak sulit kok. Apalagi sudah banyak para ahli yang juga turun tangan hingga membuat website khusus berisikan konten-konten yang sangat mengedukatif pembacanya.
Informatif
Semua konten yang sifatnya menginformasi atau menerangkan juga layak diviralkan. Apalagi kebutuhan masyarakat akan informasi sekarang ini sudah seperti kebutuhan primer. Setiap hari kita nonton televisi, baca koran atau buka medsos tentu tujuannya selain dapat hiburan adalah untuk mendapatkan informasi ter-update dan teraktual.
Namun perlu diingat, tidak semua informasi yang kita terima, terutama lewat media sosial adalah benar sesuai fakta. Justru kebanyakan informasi-informasi yang beredar luas di media sosial adalah informasi-informasi hoax. Hal ini sesuai dengan data KOMINFO, media sosial sekarang ini memang lebih didominasi hoax daripada fakta. Miris sekali kan?
Baca juga Ayo Lawan Hoax dengan Bijak Bersosmed
Inspiratif
Kira-kira mana yang menurut kamu lebih menginspirasi, kisah anak muda yang mendadak viral karena video alay-nya atau kisah seorang anak yatim piatu yang umurnya masih dibawah tujuh tahun tapi sudah mampu mengharumkan nama Indonesia dengan prestasi hapalan Al-Qur'annya se-tingkat Internasional?
Jelas kisah yang kedua, lalu mengapa kisah pertama yang lebih sering viral dan diekspos media? Bayangin saja, apa jadinya nasib generasi bangsa Indonesia kalau yang menjadi tontonan dan tuntunan mereka adalah kisah-kisah baik yang tayang di layar kaca maupun terpajang layar gadget sama sekali tidak memberi inspirasi. Tentu, masalah ini jadi polemik yang seharusnya bisa segera kita tuntaskan. So, please stop making stupid people famous.
Islami
Saya sengaja memasukkan poin ini, karena sering sekali dapat broadcast berupa hadis-hadis yang menyuruh kita melakukan amalan tertentu sementara sumbernya sendiri tidak jelas. Ditambah pula dengan polesan kata-kata sebarkan, viralkan, kalau tidak sesuatu akan menimpa dirimu, keluargamu dan bla bla bla. Oke, saya gerah banget kalau dapat broadcast-broadcast yang kayak gini.
Sejauh pengamatan saya, konten-konten yang sengaja membawa-bawa nama agama memang cepat viral. Sayangnya, konten-konten berbau Islami yang sering viral itu adalah hoax. Nah, kalau kita ikut-ikutan sebar hadis-hadis yang asalnya bukan dari Rasul, bahaya lho, karena itu jatuhnya pada bid'ah.
Sabda Rasul ; "Barang siapa yang membuat suatu perkara baru (bid'ah) dalam agama kami yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak (HR Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
So far, sebagai umat Islam kita memang perlu mendukung dan memviralkan konten-konten Islami, tapi tetap harus hati-hati. Jangan sampai kita terjebak ikut-ikutan membagikan konten yang sengaja dibungkus dengan kemasan "agama", lebih-lebih bila konten tersebut disebarluaskan hanya demi kepentingan pihak-pihak tertentu.
Itulah konten-konten yang menurut saya layak diviralkan. Mirisnya, sampai saat ini media sosial masih sering riuh dengan konten-konten di luar lima poin di atas. Lantas bagaimana seharusnya kita menyikapi konten-konten yang sudah terlanjur viral?
Nah, inilah tiga tips yang bisa saya berikan untuk kamu dalam menyikapi konten-konten viral tersebut;
Cek dan Ricek
Cek dan ricek ini penting banget. Jangan langsung ikut-ikutan menyebar suatu berita atau konten yang belum kita ketahui jelas kebenarannya. Minimal kita harus pastikan terlebih dahulu berita tersebut merupakan fakta atau sebaliknya. Pastikan juga konten viral tersebut termasuk konten yang layak viral nggak? (paling tidak memenuhi salah satu dari lima poin di atas)
Saring to sharing
Setelah melakukan cek dan ricek barulah kita melakukan penyeleksian alias saring konten-konten viral mana saja yang layak ikut dibagikan dan konten-konten viral mana saja yang semestinya tidak disebar.
Jangan Diam Saja
Tapi memilih bersikap apatis atau masa bodoh dengan konten-konten negatif yang viral itu juga kurang tepat lho. Itu sama saja seperti kita ingin cari selamat sendiri dan membiarkan orang lain tersesat. Mungkin masih banyak netizen yang memang benar-benar tidak bisa membedakan antara konten negatif dan konten positif atau belum bisa mengenali dengan baik berita-berita hoax. Minimal yang bisa kita lakukan adalah ikut meluruskan atau mengingatkan bahwa tidak semestinya kamu ikut-ikutan memviralkan sesuatu yang tidak bermanfaat.
Apalagi sebagai seorang blogger. Tentunya, kita sudah memiliki senjata utama untuk memerangi konten-konten negatif yang terlanjur viral itu. Yakni dengan turut andil menulis postingan-postingan yang memuat konten positif di platform blog kita ini. Tulis konten positif yang menarik, publish dan share ke semua media sosial yang kita punya. Meski konten-konten yang kita bikin tidak viral tapi setidaknya kita sudah melakukan tindakan nyata ketimbang hanya diam saja. Iya kan, guys?
Itulah 3 tips dari saya dalam menyikapi fenomena viral di era digital ini, kalau sikap kamu menghadapi fenomena viral ini seperti apa ? Share yuk di kolom komentar :)
14 komentar untuk "Menyikapi Fenomena Viral di Era Digital"
memang selera masyarakat kita ya yg.. hmm.. gimana ya? hihi
Kalau dibilang maksudnya buat hiburan kenapa itu-itu terus ya ? Skema dan pola nya sama ,
Hal hal yg postiif bermanfaat inspiratif dan lainnya seperti yang qt sebutkan di atas tadi , malah jarang terkespose.
Terimakasih postingannya kak , jadi semangat mau menebar dan bikin konten positif.
Sepertinya pelaku pembodohan di media sosial gak kalah bodohnya sama netizen yang suka dengan konten gak jelas macam itu.
Kecepatan sebaran berita tak sebanding dgn kualitas berita. Ditambah lagi mmg sifat media kita, media infotainment ataupun sejenisnya, lebih mementingkan traffic drpd isi. Hehe
Tips2nya utk menyaring informasi di atas mmg perlu dipegang teguh. Thanks.
Doktrinisasi sangat besar yang dilakukan oleh media maya, mungkin kebanyakan orang beranggapan bahwa kalo udah kesebar brrti baik untuk disebar. Padahal ada berita yang tidak boleh disebar juga yah mungkin isinya berupa berita propaganda gitu.
Terimakasih infonya kak. Saya suka tulisan seperti ini:)
plus, media sekarang tidak dikuasai sama satu pihak saja tapi semua orang bisa jadi pembuat dan penyebar berita.
literasi media memang harus diperbaiki di negeri kita. pe er besar untuk semuanya.
Jadi penggunaan viral pada dunia maya adalah berita yang berkembang bersifat cepat menyebar luas sepeti virus :))
Jadi, ya simpulkan saja sendiri haha :D
Apa memang karena bad news is a good news ya?
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.