Menikah (Cinta Pilihan Pertama)
"Menikah dengan orang yang kakak cintai atau menikah dengan orang yang mencintai kakak, pilih mana hayoo?" Tanyamu semangat di ujung sana. Spontan aku terbahak. Geli mendengar nada suaramu yang seketika berubah.
Padahal baru saja kamu mengeluhkan setumpuk tugas kuliah plus seabreg kegiatanmu sebagai aktivis. Mulai dari A-Z kamu tumpahkan semuanya dengan nada diberat-beratkan, lagaknya seolah-olah dirimu sedang memikul beban sebagai mahasiswa ter-sibuk.
Anehnya, walau sesibuk apapun kamu selalu rutin meluangkan waktu hampir tiap akhir pekan untukku. Entah sekadar bertanya kabar, bertukar pikir atau memuntahkan unek-unek. Lebih aneh lagi, karena baru kali ini aku mau meladeni dan bersedia menjadi pendengar setia dari adik tingkat yang "cerewetnya" minta ampun macam kamu.
Cerewetnya kamu sengaja aku pakein tanda kutip. Berlaku hanya bila kita bersua suara lewat udara. Kalau berpapasan langsung di area kampus, duh jangan ditanya, sebab saat itu kamu telah menjelma sebagai cowok kalem yang pendiamnya melebihi diamnya patung.
Mungkin, teman-temanmu juga gak akan nyangka kalau cowok yang tampangnya pendiam kayak kamu aslinya sungguh co cweet alias cowok cerewet yang ternyata lihai pake banget mengalihkan pembicaraan. Aku sampai hapal benar dengan obrolan-obrolan kita yang tidak pernah tidak keluar jalur. Yang mulanya just say hellolalu basa-basi ngomongin masalah kuliah lanjut ke kegiatan organisasi dan ujung-ujungnya pasti nyangkut ke persoalan "Hati". Ehm.
Oh ya, perihal pekerjaan juga sering kamu luapkan ke aku dengan berlagak minder. Huh. Dasar tukang modus, pura-pura malu padahal bisa aku pastikan kamu adalah orang yang pedenya lumayan tinggi. Buktinya, kalau benaran minder gak mungkin kan kamu mau bocorin ke aku soal pekerjaan yang tampaknya ganjil bila dilakoni oleh mahasiswa. Apalagi mahasiswa gagah macam kamu :-P
Sebuah pekerjaan yang mungkin masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar orang atau mungkin juga masih ada yang beranggapan bahwa pekerjaan itu sungguh tidak layak bagi mereka yang sudah menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Entahlah, mungkin di luar sana ada sekian mahasiswa yang memilih kuliah nyambi kerja "yang tidak biasa" kayak kerjaan kamu. Mereka tidak banyak, mungkin hanya segelintir atau mungkin, mereka banyak hanya tidak nampak di permukaan. Atau barangkali aku saja yang kudet. Baru tahu kalau jaman sekarang ternyata masih ada mahasiswa yang diluar ke-maha-annya sebagai siswa mau berprofesi sebagai tukang bemtor*.
Kamu... kamu adalah salah satunya, atau kamu... kamu mungkin satu-satunya mahasiswa sekaligus tukang bemtor yang ada di Kota Daeng atau daerah Gowa dan sekitarnya. Toh, semisal ada yang lain selain kamu, aku tetap anggap satu saja. Kan, cuma kamu mahasiswa si tukang bemtor yang aku kenal.
Sebagai kakak tingkat, aku jelas bangga dong punya junior yang mandiri seperti dirimu. Tidak sebatas bangga. Belakangan, aku juga rada iri ngelihat kamu yang berjarak empat semester di bawahku, sudah berpikiran jauh ke depan dan gigih berikhtiar demi membiayai kuliah serta kebutuhan hidupmu selama di kota perantauan tanpa harus merepotkan orang tua di Kampung. Nah, aku... ihiks... boro-boro mau bayar uang kuliah sendiri, kebutuhan sehari-hari saja masih minta sama ortu, sudah ngajar private juga tapi gajinya selalu terkuras habis buat shoping macam-macam.
Tapi, aku heran deh sama kamu. Di luar sana masih banyak lowongan pekerjaan bagi mahasiswa yang lebih layak, apalagi bagi mahasiswa jurusan pendidikan matematika, peluang sebagai tutor, ngajar private atau bimbel bertebaran dimana-mana. Kenapa gak coba ikut jejakku saja, kan sesuai juga dengan bidangnya kita, daripada jadi tukang bemtor?
Ups! Maaf, bukan maksudku merendahkan. Pekerjaanmu bukannya tak layak, sangat layak kok hanya saja kalau ada pekerjaan lain yang lebih ringan, lebih nyantai, gajinya juga lumayan kenapa musti milih pekerjaan yang banyak menyita waktu dan tenaga. Apa gak capek? Pagi-pagi pergi kuliah, pulangnya masih harus berhadapan dengan tugas dari dosen yang membludak, ditambah dengan amanah organisasi serta kegiatan ekstrakurikuler lainnya, dan kamu masih sempat nyelipin waktu buat narik, keliling-keliling cari penumpang, gitu!
Hmmm... kamu yang jalani kok aku yang pusing mikirnya. Oke, skip. Kita bicara soal hati saja ya! Eh, maksudku, melanjutkan pertanyaanmu yang luar biasa kebangetan itu. Masa' seniormu kamu todong dengan pertanyaan semacam itu. Junior lain mana ada yang seberani kamu.
"Menurutmu?" Tanyaku balik
"Lho kok balik nanya sih. Emang kakak pilih yang mana, option pertama atau yang kedua?"
"Ya jelaslah, aku pilih dua-duanya"
"Gak boleh pilih dua kak, harus pilih satu"
"Kenapa gak boleh. Dengar yah, Ar. Aku pengennya menikah dengan seseorang yang aku cintai dan juga mencintaiku. Itu saja. Titik."
"Harapan ideal setiap orang memang seperti itu kak, bukan cuma kakak doang. Aku juga mengharapkan hal yang sama. Tapi kan, harapan tidak selalu beriringan dengan kenyataan... "
"Maksudmu?"
"Bagaimana bila seseorang yang datang melamar kakak bukanlah seseorang yang kakak cintai? Sebaliknya, seseorang yang yang kakak cintai dan sangat kakak harapkan menjadi pendamping hidup kakak kelak malah memilih wanita lain?"
Deg. Rentetan kalimatmu kali ini seakan menghantamku. Cukup keras. Sebelumnya, aku tak pernah berpikir sejauh yang kamu pikirkan. Tidak pernah pula bertanya hal serupa pada diri sendiri. Kalau pun pernah terlintas, pasti sudah kuacuhkan. Maksudku, aku belum pernah membayangkan akan hidup bersama seseorang yang tidak aku cintai. Selama ini, aku hanya memupuk mimpi sendiri. Membangun imagi sekendak hati. Mencipta rencana sempurna sebatas angan.
"Bagaimana kak?" Tanyamu ulang ketika aku tetiba membisu, tak kunjung menjawab.
Entah harus menjawab apa. Sesuatu yang sebelumnya tidak ingin aku pikirkan dan kamu dengan beraninya mengajakku berpikir ke arah sana. Harus kuakui pikiranmu itu terlalu dewasa. Itulah sebabnya, aku enggan memanggilmu adik. Sekalipun kamu adalah juniorku di kampus, namun tetap saja, tidak bisa kunafikkan umurmu yang terpaut setahun di atasku. Kenyataannya kamu yang lebih tua,jadi mustinya aku yang memanggilmu kakak, bukan?
Oh ya, terkait pertanyaanmu itu, aku jadi teringat dengan doa Zainab dan Hamid dalam film "Di bawah Lindungan Kabbah". Kalau gak salah bunyi doanya seperti ini. " Ya Allaah satukanlah aku dengan orang yang aku cintai dan juga mencintaiku"
Menurutku, itu adalah untaian doa yang sungguh indah untuk sepasang insan yang saling mencintai. Karena perasaan cinta saja tidak cukup, kan? Cinta pasti menuntut lebih. Memiliki.
"Tapi, cinta kan gak harus saling memiliki kak"
Ya, aku tahu, kamu pasti menyanggah bila kukatakan demikian. Karena cinta memang tidak selamanya harus memiliki. Aku pun sepakat denganmu tentang hal itu. Tapi aku tidak akan percaya dengan seseorang yang mengatakan bahwa dia baik-baik saja setelah melepaskan cintanya. Seseorang yang dengan sok tegarnya mengatakan "kalau kamu bahagia, aku pun akan bahagia". Padahal kebahagiaan itu tidak mereka rengkuh bersama.
"Coba jelaskan padaku, bagaimana bisa merasai bahagia bila tak bersama dengan orang yang kita cintai?"
Kamu sengaja membungkam beberapa saat. Seolah mencari jawab dari pertanyaanku yang sekonyong-konyong terlontar.
"Susah kan. Sama susahnya dengan pertanyaanmu. Menurutku menikah dengan orang yang tidak kita cintai, sama saja bunuh diri. Atau menikah dengan orang yang hanya mencintai kita itu sama saja cari mati. Pernikahan itu harus dilandaskan cinta dua arah. Bukan hanya satu arah. Kamu mengerti kan, Ar?"
"Oke aku mengerti. Tapi kalau misalnya kakak dihadapkan dengan kondisi semacam itu dan kakak wajib memilih salah satu. Pokoknya harus pilih satu ya, gak boleh pilih dua dan gak boleh gak pilih keduanya. Kakak akan pilih yang mana?"
"Aissh... kamu mah gitu. Aku terus yang didesak"
"Apa kak?"
"Hmmm... Ada deh. Mau tahu aja"
"Ayolah kak, jawab dong. Pliiiss. Kan, ini cuma misalnya doang. Nanti yang benerannya itu, aku doain deh biar kakak berjodoh sama kakak A . . . ., hihihi.)"
"Tssssst. Maksa banget sih. Baiklah... baik, aku jawab nih. Hmmmm... aku milih option yang pertama"
"Menikah dengan orang yang kakak cintai, meski dia gak cinta?"
"Yup"
"Kenapa?"
"Entahlah. Aku hanya ingin menikah dengan orang yang aku cintai"
***
posted from Bloggeroid
2 komentar untuk "Menikah (Cinta Pilihan Pertama)"
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.