Kal Ho Na Ho
Bismillahirrahmaanirrahiim
Kal Ho Na Ho (Hari Esok Mungkin Tidak Akan Ada Lagi)
Seketika termenung. Memandang ke sekeliling. Orang-orang tercinta. Keluarga, sanak saudara, sahabat, teman, kerabat. Melihat ke sekitar; barang-barang berharga. Barang-barang kesayangan. Semua-semuanya.
Kelak; segalanya akan hilang dari jangkauan. Entah, karena diri yang meninggalkan atau diri yang ditinggalkan. Entah; karena sesuatu itu diambil oleh Pemiliknya atau karena kita yang lalai dari menjaganya.
Wallahua'lam. Kalau kita saja bisa memanjangkan angan; bahwa hari esok mungkin ada. Lalu sedemikian lihainya kita merangkai seabreg agenda, menyusun rencana demi rencana, mengukir sejuta mimpi indah di masa depan. Membayangkan; hari esok akan seideal dan serealistis apa yang terlintas di otak maupun terbetik di hati. Mengapa tidak kita juga melebarkan khayal; bahwa hari esok mungkin tidak akan ada lagi. Lantas apa yang kita akan perbuat... bila... bila saja esok memang tidak akan ada lagi?
Bila memang esok tidak ada lagi; agenda apa yang akan kita rangkai, rencana apa yang akan kita susun dan mimpi indah seperti apa yang akan kita ukir?
Masihkah kita akan bahagia menyambutnya? Menyambut kepergian yang sejatinya adalah kepulangan. Masihkah kita melengkungkan bibir serupa bulan sabit ketika diberi kabar; esok adalah batas akhir hidup kita. Hari kita yang tersisa hanyalah hari ini; hari yang sedang kita jalani saat ini.
Andai ketiadaan kita di hari esok adalah pasti. Tentu; Orang-orang mungkin akan menangisi. Namun kita bisa saja memilih untuk tetap tersenyum. Bukankah seharusnya memang kita merasa bahagia; (akan) pulang ke tempat dimana seharusnya kita berada. Meski itu berarti kita sudah harus siap melepaskan apapun yang tak pernah benar-benar menjadi milik kita.
Manakala diri menyadari; segalanya hanyalah titipan. Titipan yang pasti diambil kembali oleh Pemilik Sebenarnya. Entah kapan?
Boleh jadi esok, lusa atau kapan pun.
Apapun yang telah kita agendakan, rencanakan atau impikan bukanlah sesuatu yang keliru. Adalah lumrah ketika kita mendamba hidup yang cerah di masa mendatang.
Bertemu dengan pasangan yang setia, mempunyai keturunan, mengejar gelar, mencari pangkat, mengumpulkan materi, membahagiakan orang tua, keliling dunia dan lain sebagainya.
Sungguh hebat agenda-agenda kita. Sungguh menakjubkan rencana-rencana kita. Dan sungguh luar biasanya mimpi-mimpi kita. Namun, betapa semua itu hanya menyoal kefanaan. Sedikit, sedikit sekali dari kita yang memikirkan kehidupan setelah ini.
Kebanyakan; sibuk mengurus dunia. Lupa; umur kita ada batasnya. Luput; mengingat hari akhir. Lalai memikirkan mati. Mengira; di umur yang berbilang muda, kematian masih teramat jauh.
Padahal, ia telah tampak di depan mata. Sedemikian dekatnya. Bukankah kita semua telah menyabet gelar "calon mayat", tinggal menunggu antrian menjadi mayat. Malaikat maut (pun) telah mengintai.
Sudah siapkah kita?
Pertanyaan itu begitu menohok. Entah; harus menjawab apa. Tentu saja; kita tidak akan siap bila kita tidak pernah mempersiapkan diri.
Dulu saya begitu takut berbicara menyinggung kematian. Jangankan berbicara, memikirkan mati saja saya tidak mau. Hingga bertahun-tahun berlalu; waktu saya banyak terbuang sia-sia:( Sekarang saya sudah berada di titik ini. Di umur yang telah memeluk angka dua (tidak lagi muda). Dan sejauh ini, saya merasa belum punya persiapan apa-apa. Amal saya masih secuil, bahkan mungkin masih nihil :'(
Mungkin; kita sama. Sama-sama merasa belum punya persiapan apa-apa menghadapi kematian kita kelak. Namun, selagi nyawa belum sampai di tenggorokan, tidak ada kata terlambat untuk memulai. Allah masih beri waktu, peluang itu masih terbuka lebar, kenapa tidak kita segera meraihnya.
Karena hanya di dunia ini saja Allah kasih kesempatan kita untuk bisa beramal.
**Tulisan ini sekadar renungan saya pribadi. #Notetomyself #justshare #selfreminder
Kal Ho Na Ho (Hari Esok Mungkin Tidak Akan Ada Lagi)
Seketika termenung. Memandang ke sekeliling. Orang-orang tercinta. Keluarga, sanak saudara, sahabat, teman, kerabat. Melihat ke sekitar; barang-barang berharga. Barang-barang kesayangan. Semua-semuanya.
Kelak; segalanya akan hilang dari jangkauan. Entah, karena diri yang meninggalkan atau diri yang ditinggalkan. Entah; karena sesuatu itu diambil oleh Pemiliknya atau karena kita yang lalai dari menjaganya.
Wallahua'lam. Kalau kita saja bisa memanjangkan angan; bahwa hari esok mungkin ada. Lalu sedemikian lihainya kita merangkai seabreg agenda, menyusun rencana demi rencana, mengukir sejuta mimpi indah di masa depan. Membayangkan; hari esok akan seideal dan serealistis apa yang terlintas di otak maupun terbetik di hati. Mengapa tidak kita juga melebarkan khayal; bahwa hari esok mungkin tidak akan ada lagi. Lantas apa yang kita akan perbuat... bila... bila saja esok memang tidak akan ada lagi?
Bila memang esok tidak ada lagi; agenda apa yang akan kita rangkai, rencana apa yang akan kita susun dan mimpi indah seperti apa yang akan kita ukir?
Masihkah kita akan bahagia menyambutnya? Menyambut kepergian yang sejatinya adalah kepulangan. Masihkah kita melengkungkan bibir serupa bulan sabit ketika diberi kabar; esok adalah batas akhir hidup kita. Hari kita yang tersisa hanyalah hari ini; hari yang sedang kita jalani saat ini.
Andai ketiadaan kita di hari esok adalah pasti. Tentu; Orang-orang mungkin akan menangisi. Namun kita bisa saja memilih untuk tetap tersenyum. Bukankah seharusnya memang kita merasa bahagia; (akan) pulang ke tempat dimana seharusnya kita berada. Meski itu berarti kita sudah harus siap melepaskan apapun yang tak pernah benar-benar menjadi milik kita.
Manakala diri menyadari; segalanya hanyalah titipan. Titipan yang pasti diambil kembali oleh Pemilik Sebenarnya. Entah kapan?
Boleh jadi esok, lusa atau kapan pun.
Apapun yang telah kita agendakan, rencanakan atau impikan bukanlah sesuatu yang keliru. Adalah lumrah ketika kita mendamba hidup yang cerah di masa mendatang.
Bertemu dengan pasangan yang setia, mempunyai keturunan, mengejar gelar, mencari pangkat, mengumpulkan materi, membahagiakan orang tua, keliling dunia dan lain sebagainya.
Sungguh hebat agenda-agenda kita. Sungguh menakjubkan rencana-rencana kita. Dan sungguh luar biasanya mimpi-mimpi kita. Namun, betapa semua itu hanya menyoal kefanaan. Sedikit, sedikit sekali dari kita yang memikirkan kehidupan setelah ini.
Kebanyakan; sibuk mengurus dunia. Lupa; umur kita ada batasnya. Luput; mengingat hari akhir. Lalai memikirkan mati. Mengira; di umur yang berbilang muda, kematian masih teramat jauh.
Padahal, ia telah tampak di depan mata. Sedemikian dekatnya. Bukankah kita semua telah menyabet gelar "calon mayat", tinggal menunggu antrian menjadi mayat. Malaikat maut (pun) telah mengintai.
Sudah siapkah kita?
Pertanyaan itu begitu menohok. Entah; harus menjawab apa. Tentu saja; kita tidak akan siap bila kita tidak pernah mempersiapkan diri.
Dulu saya begitu takut berbicara menyinggung kematian. Jangankan berbicara, memikirkan mati saja saya tidak mau. Hingga bertahun-tahun berlalu; waktu saya banyak terbuang sia-sia:( Sekarang saya sudah berada di titik ini. Di umur yang telah memeluk angka dua (tidak lagi muda). Dan sejauh ini, saya merasa belum punya persiapan apa-apa. Amal saya masih secuil, bahkan mungkin masih nihil :'(
Mungkin; kita sama. Sama-sama merasa belum punya persiapan apa-apa menghadapi kematian kita kelak. Namun, selagi nyawa belum sampai di tenggorokan, tidak ada kata terlambat untuk memulai. Allah masih beri waktu, peluang itu masih terbuka lebar, kenapa tidak kita segera meraihnya.
Karena hanya di dunia ini saja Allah kasih kesempatan kita untuk bisa beramal.
**Tulisan ini sekadar renungan saya pribadi. #Notetomyself #justshare #selfreminder
Posting Komentar untuk "Kal Ho Na Ho"
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.