Inikah Obsesi Saya?
Kalau kalian bertanya, kenapa saya
pengen masuk di farmasi? Sejujurnya saya gak punya jawaban pasti. Sedari kecil
kalau di tanya cita-cita saya apa? Saya selalu jawabnya dokter. Sampai di suatu
hari, untuk pertama kali saya ngelihat
orang kecelakaan. Saya lihat orang itu tergeletak di jalan bersimpah
darah, detik itu pula perut saya
mendadak panas, dan isi perut saya rasanya pengen keluar semua. Saya muntah. Saya
jijik.
Di kelas X SMA, saya menyaksikan kepala teman saya bocor, dan mengalirkan darah hingga berceceran di
lantai. Saya kembali pengen muntah. Saya jijik.
Akhirnya saya menyimpulkan sendiri bahwa saya gak cocok jadi dokter.
Selanjutnya cita-cita saya bukan lagi dokter, saya dengan mantap mengubah haluan. Kira-kira cita-cita apa yang pantas buat saya? Yang jelas bukan guru, karena saya gak pengen kembali ke sekolah, saya pengen tetap bercita-cita di bidang kesehatan asalkan bukan dokter ataupun perawat.
Saat duduk di bangku kelas XII, saya
baru kelimpungan mencari cita-cita baru. Ternyata rumit juga yah memilih
cita-cita. Saya kemudian teringat dengan mbak Tika, yang melanjutkan studynya
di farmasi UGM. Mbak Tika ini bukan kakak kandung saya, tapi karena kami pernah
akrab banget udah kayak saudara sendiri. Sayang sekali karena waktu dan jarak
mampu melunturkan kedekatan yang dulu
pernah tercipta antara kami huhuhu. Via messages saya minta pendapat mbak Tika
tentang Farmasi dan dia memberi jawaban yang klop deh dengan keinginan saya.
Masih di bidang kesehatan yang tidak perlu berurusan dengan darah. Terinspirasilah saya
pengen ngikutin jejak mbak Tika.
Lalu pernah pada saat pelajaran BK, guru
saya memberikan tugas. Kami di kasih kertas putih polos yang boleh di gambar,
boleh di coret-coret, boleh di tulis apa aja, terserah. Nah kertas itu saya pake buat mengarang bebas. Saya lupa
ngarang apa yang pasti di karangan
tersebut, saya gak nyebutin keinginan saya jadi apoteker. Kemudian setelah
tugas tersebut selesai, beliau memanggil dan mengomentari tulisan kami satu per
satu. Pas giliran saya, Ibu BK memberi komentar yang bikin saya agak tersentak.
Kata beliau saya cocok jadi apoteker, hanya gegara ngelihat hasil tugas saya
itu. Lha trus apa hubungannya karangan saya dengan apoteker? Tanya aja sama
guru BK saya hehe:D Wuihh, hati saya pun
makin mantap memilih farmasi.
Singkat cerita perjalanan saya buat
masuk jurusan farmasi ternyata tak semulus yang saya kira. Namanya takdir kali
yaa, meskipun sempat lolos di jalur lokal UNHAS dari tiga jalur yang saya
ikuti, masih saja ada halangan yang membuat saya terpaksa
membuang jauh-jauh keinginan saya masuk farmasi tahun itu dan terpaksa banget memilih
berada di jurusan pendidikan Matematika UIN daripada nganggur selama setahun.
Lha bagaimana ceritanya saya bisa
terdampar di UIN, di jurusan pendidikan lagi. Duuuhh padahal dari TK sampai
tamat SMA, saya sama sekali tak pernah bercita-cita menjadi guru.
Bukan terdampar sih sebenarnya, saya
sengaja ngedaftar masuk di UIN sekedar wanti-wanti doang atau istilah lainnya menjadikan
UIN sebagai kampus cadangan, dengan pilihan utama FARMASI, pilihan keduanya saya
asal pilih.
Ketika keluar pengumuman
di UIN, saya dinyatakan lolos lantas bukannya bersyukur saya malah mengeluh, kenapa pilihan asal-asalan saya sih yang
lolos, kenapa bukan pilihan pertama saya?”
Mau gimana lagi, kalau emang
jalannya udah gitu?
Menurut saya waktu itu, kampus
terbaik di Sulsel itu cuma UNHAS dan fakultas terbaik selain kedokteran itu cuma
Farmasi.
Akhirnya, dua semester saya
menjalani aktivitas sebagai mahasisiwi pendidikan Matematika dengan setengah
hati. Dan bertekad tahun berikutnya saya harus mencoba lagi mendaftar ulang di
jurusan Farmasi.
Nah selama setahun kuliah di UIN
pandangan saya tentang kampus hijau tersebut yang tadinya menurut saya kurang
bagus, di bawah level, tidak se-ideal kampus UNHAS dan bla..bla.. ternyata
salah. Saya nya aja yang mungkin terlanjur men-sugesti pikiran saya bahwa UNHAS
itu unggul, UNHAS itu keren dan bla,,, bla.. berdasarkan omongan orang-orang di
luar sana.
Nyatanya UIN tak kalah keren lho.
Terlebih karena angkatan saya lah yamg meresmikan gedung baru UIN di Samata
yang di sebut-sebut sebagai kampus termewah di Indonesia Timur. Ibarat Istana
yang terletak di dalam hutan.
penampakan kampus UIN Alauddin Samata |
Trus gimana dengan jurusan saya di
pendidikan matematika? Oke, saya masih merasa tersesat. Saya yang gak pernah
menargetkan diri bakal kuliah di jurusan yang orientasinya mencetak calon guru
tiba-tiba menjadi bagian dari calon guru itu rasanya,, duuuh membayangkan
sebelumnya saja tidak pernah. Apalagi saat menjalani masa-masa praktikum di
awal semester. Ampun, bikin saya
kewalahan, dalam seminggu itu saya musti buat dua laporan, satu diketik manual,
satu tulis tangan. Huaaa saya hampir gak sanggup tapi toh saya berhasil juga menjalani
dua semester meski beberapa nilai saya anjlok salah satunya
yaitu mata kuliah ampuh dijurusan Pend. Matematika. KALKULUS.
Tiba di tahun selanjutnya, niat saya
buat daftar di jurusan farmasi belum pupus, akan tetapi ragu mulai
terselip, kalau saya daftar ulang so
pasti saya bakal kembali jadi mahasiswa baru
di sisi lain saya sendiri merasa gak betah dengan teman teman sekelas saya yang
udah pada berkelompok-kelompok, sedang saya merasa tersisihkan. Andai selama
setahun itu ada sesuatu yang buat saya betah di kelas, saya akan bertahan. Ahh.. tanpa pikir panjang saya memutuskan untuk daftar ulang di UIN.
Yup, ternyata selama kuliah setahun di UIN berhasil mengubah mindset saya,
bahkan mengalihkan pandangan saya yang sebelumnya selalu tertuju pada UNHAS. Saya
telah jatuh hati pada UIN rupanya.
Oh ya mengenai masalah pendidikan,
papa dan mama saya adalah tipikal orang tua yang memberikan kebebasan pada
anaknya, terserah saya mau kuliah dimana di jurusan apa, ortu saya antusias
mendukung. Ketika saya bilang mau mendaftar ujian masuk maba kembali dengan
pilihan FARMASI, mereka sama sekali tidak keberatan.
Dan masalahnya justru datang dari
diri saya, bagaimana kalau saya lulus di Farmasi? Bagaimana kalau saya harus
mengulang lagi dari awal, sama teman-teman sekelas saya yang seangkatan aja saya
kesulitan beradaptasi apalagi dengan teman setingkat di bawah saya. Mana
belakangan baru saya tahu kalau di jurusan farmasi ternyata lebih banyak
praktikumnya berarti hari-hari buat laporan mulu. Sedangkan di jurusan Pend.
Matematika, praktikum hanya ada di semester awal. Baru menjalani dua praktikum
aja saya nyaris putus asa, apalagi kalau sering-sering masuk lab, buat laporan.
Haduuuhhh bagaimana kalau saya gak bisa menjalani semua itu? Ottoke.. ottoke. Ya
udah, saya serahkan semuanya saja sama Allah, apapun itu saya akan menerima dan
menjalani takdir saya.
Kalau lolos berarti saya akan
menjadi mahasiswa baru paling manis, kalaupun gak lolos saya bertekad gak akan
setengah-setengah lagi kuliahnya, saya akan menerima sepenuh hati menjadi
mahasiswa calon guru matematika.
Ternyata Allah sungguh Maha Tahu
dan Maha Baik, Dia memberikan apa yang saya butuhkan bukan apa yang saya
inginkan. Saya gagal pemirsa. Ragu saya luntur sudah semua. Anehnya, kali itu
tidak ada kekecewaan, malah terbetik rasa syukur. Saya yakin itulah jalan terbaik yang di berikan Tuhan
untuk saya.
Fakta membuktikan, sekarang saya
sudah jatuh cinta dengan profesi guru. Kalau sebelumnya saya sempat mensugesti
pikiran saya bahwa guru merupakan profesi biasa-biasa saja, nothing special, eh sekarang justru saya
begitu bangga menjadi calon guru dan sedang menikmati indahnya menjadi guru PPL
di KELAS XI IPS 1 SMANSES MAKASSAR .
Trus apa hubungannya dengan obsesi?
Pertama, mari kita lihat apa
pengertian obsesi menurut KKBI
Lho.. lho kok pengertiannya kaya gitu? Gangguan jiwa? apa maksudnya? Tadinya saya tidak mempercayai kata KBBI di hape saya, setelah saya bertanya sama oom google, jawaban yang sama saya temui. OBSESI = Gangguan Jiwa. Membingungkan bukan, saya juga bingung nih. Lalu sebenarnya obsesi itu apa?
Sekarang saya pengen bertanya,
apakah keinginan saya untuk masuk di farmasi adalah dambaan yang benar-benar
saya butuhkan atau sekedar obsesi semata di mana saya di pengaruhi oleh sebuah
sugesti terhadap sesuatu hal dan mengesampingkan hal lain?
Lalu muncul pula pertanyaan seperti
ini apakah impian dengan obsesi adalah hal yang sama? Apakah kuliah di jurusan farmasi
UNHAS itu adalah impian saya ataukah sekedar obsesi semata?
Silahkan di jawab. Sekian^^
Zhie writing with smile
@cha_dwy
11 komentar untuk "Inikah Obsesi Saya?"
om google gak sellau benar zhie.. itu mah obsesi lain kali... masak obsesi di bilang gila... ngaco deh... ahhaha
menurut saya sih itu obsesi kamu, tapi kalo kamu bner" berusaha itu bisa jadi kenyataan loh masuk farmasi. kalo tetep gak masuk brrti kembali kepada Allah. mungkin profesi guru emang terbaik buat kamu :)
sama kayak gue, dulu gada cita2 guru, eh malah kuliah jurusan pendidikan.
sukses terus kak :D
supaya nanti ujungnya bisa menikmati hasil meskipun awalnya kita gak srek tapi kalo dinikmati semua jadi indahh ~ tsaaah
haha mungkin obsesi bisa buat orang jadi gila makanya dibilang gangguan jiwa :))
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.