Beginikah Rasanya Hamil (Trimester Pertama)
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Saat menulis postingan ini, alhamdulillaah kehamilanku sudah berlalu dari awal Agustus kemarin, which is buah hati yang saya kandung selama kurang lebih sembilan bulan lamanya telah lahir ke dunia. Usianya sudah dua bulan lho. Di usianya yang sekarang si bunay sudah mulai pinter. Nggak ngajak bundanya begadang lagi tiap malam. Paling bangunnya cuma mau nenen saja, abis nenen bobo' lagi. Kalau sementara rewel juga nangisnya nggak sampai berlarut-larut. Digendong sebentar langsung diam, tenang, lanjut bobo' deh. Lihat bunay akhirnya bobo' nyenyak dalam gendongan, bundanya jadi happy dong. Yes, bisa me time. Eh, sekalinya diletakkan di tempat tidur, mata si bunay spontan menyala bo'. Rencana me time bundanya seketika itu pula gagal maning😂
Lha, kok saya malah keasyikan ngomongin si bunay yah. Skip. Skip. Ngomongin tentang Bunay nanti saja, karena di postingan kali ini saya pengen bernostalgia dulu dengan momen kehamilan pertama kemarin yang rasanya nano-nano banget. Sampai sekarang pun bila mengenang kembali proses yang saya lalui dari mulai mendapat dua strip merah pada hasil test pack hingga melahirkan bunay dengan penuh drama, saya seperti sedang bermimpi saja.
Beneran nggak nyangka, ternyata saya mampu juga melewati proses yang sama dengan mereka yang telah lebih dulu menyandang gelar ibu. Padahal walau keinginan untuk segera hamil setelah nikah begitu besar, saya sebenarnya sempat ragu dengan diri sendiri. Hamil itu kan berat. Butuh perjuangan. Lebih-lebih melahirkan. Perjuangannya itu lho antara hidup dan mati. Sanggup?
Well, you must know, saya ini orangnya lemah banget. Jangankan lari, baru jalan kaki sekitar 1 atau 2 km saja sudah ngos-ngosan. Tidak suka olahraga. Mudah capek, gampang lelah plus tidak terbiasa dengan kerja-kerja berat. Jadi gimana saya nggak ragu coba, sementara untuk hamil dan melahirkan butuh tenaga yang besar, kan? Kebayang nggak bagaimana mungkin orang yang hidupnya terlalu manja macam saya ini mampu melewati proses tersebut?
Waktu belum diberi amanah sih, sebatas membayangkan saja saya sudah merasa nggak sanggup. But see! Nyatanya sekarang saya telah menjadi seorang ibu. So, masih ragu dengan diri sendiri? Ups🙊nggak ding! Baru sadar, diriku memang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Tidak berdaya sama sekali. Sungguh Allah-lah yang memampukan dan menguatkan diri ini sehingga berhasil melalui proses kehamilan dan persalinan kemarin hanya seperti mimpi. Yap, melalui proses tersebut hanya seperti saya sedang terlelap dalam buaian mimpi dan ketika terbangun sekonyong-konyong bunayya telah ada dalam buaianku. Maa syaa Allaah.
Silakan baca dulu Catatan di Awal Kehamilan Anak Pertama
Jadi setelah melihat hasil tes kehamilanku menunjukkan tanda positif, saya excited banget pengen ngasih supprise ke suami. Ekspektasiku sih, reaksi suami bakal kayak drama-drama di TV gitu. Yang ketika tahu istrinya hamil, si suami spontan terkejut, badannya seketika tersungkur ke tanah. Lepas sujud syukur dipeluklah istrinya dengan erat sembari menangis terharu saking bahagianya. But realitanya apa? Sungguh terlalu. Boro-boro menangis dalam pelukan istrinya ini, terkejut melihat hasil test packku pun tidak. Ekspresi suami malah biasa-biasa saja. Datar banget. Ih, saya mendadak kesel🙊
Tidak kasih kejutan juga saya tahu kok sayang. Haha. Ujung-ujungnya saya yang diketawain. Ya ampun, garing banget kan! Salah saya juga, kenapa nyuruh suami yang pergi beli test pack. Kalau saya sendiri yang diam-diam ke apotik beli test pack dan melakukan tes kehamilan tanpa sepengetahuan dia, pasti ceritanya nggak bakal kayak gitu. Iya kan?😅 but whateverlah!
Drama baru dalam kehidupan rumah tangga kami pun dimulai . . .
Pengalaman Pertama Periksa Kehamilan di Dokter Obgyn #Barru
Walau sudah dua kali melakukan test pack (pada tanggal 7 dan 9 Desember 2017) dua kali pula mendapat hasil positif tapi saya dan suami masih antara percaya nggak percaya. So, untuk memastikan hasilnya kami merasa perlu melakukan pemeriksaan kehamilan langsung pada ahlinya. Awalnya memang kami sempat bingung memilih antara periksa ke bidan puskesmas atau dokter Obgyn. Tapi mengingat suami kerjanya seharian otomatis kalau periksa ke bidan puskesmas dia nggak bisa nemanin dong, karena jadwal bumil periksa di puskesmas kan pagi hari. Akhirnya kami memilih periksa ke dokter Obgyn saja yang buka praktik di malam hari.
dr. Yusrianty Zainal, SpOG, M.Kes, demikian nama dokter Obgyn yang kami datangi tempat praktiknya selepas maghrib di jalan apa ya (bukannya lupa tapi saya beneran nggak tahu nama jalannya) pada tanggal 11 November 2017 lalu. Orang Barru pasti tahu. Berhubung saya dan suami pendatang baru di Kota Barru jadi memang kami belum mengetahui persis seluk beluk kota itu, apalagi mengenai dokter kandungannya.
Setelah bertanya ke sana kemari baru deh kami tahu kalau dokter kandungan yang bertugas di RSUD kota Barru cuma ada dua (ini kalau saya tidak salah ingat). Dokter yang satunya laki-laki sementara yang satunya lagi ya dokter Yusry itu. Selain bekerja di RSUD, keduanya juga punya tempat praktik masing-masing. Tapi kami lebih memilih datang ke tempat praktik dr. Yusry karena memang sudah dari sononya (dari setelah menikah maksudnya) saya dan suami sepaket eh sepakat kalau hamil nanti periksanya harus di dokter perempuan. Kalau tidak ada dokter Obgyn perempuan ya mending periksanya di bidan saja.
Beidewei, selama menjalani masa kehamilan saya sampai tiga kali melakukan pemeriksaan di tempat yang berbeda dan alhamdulillaah tidak pernah kesulitan menemukan dokter Obgyn perempuan. Well, dokter Obgyn perempuan kan memang lebih banyak daripada dokter Obgyn laki-laki tapi yah mau periksa kehamilan di dokter laki-laki atau perempuan (menurutku tidak sama) tergantung pilihan masing-masing orang.
Nah, karena waktu itu baru pertama kali check up kehamilan di dokter Obgyn, jadi sebelumnya saya memang nggak punya gambaran sama sekali pemeriksaannya bakal seperti apa. Ternyata kalau kita periksa kehamilannya di dokter Obgyn pasti di-USG ya? Haha saya telat tahu soal ini. Makanya sempat kaget waktu mbak yang jaga di bagian registrasi nanya, kapan terakhir buang air kecil? Barusan eh maksudnya baru saja sebelum datang ke sini. Lantas oleh mbaknya saya disuruh minum minimal empat gelas air kemasan yang sudah tersedia di meja dekat tempat duduk kami menunggu antrian sebelum bertemu dokter.
Demi mendengar kata 'minum empat gelas air' wajah saya seketika memucat😵Satu gelas air minum saja biasa sulit saya habisin lha ini disuruh habisin empat gelas atau bahkan bisa lebih dari itu. Intinya saya disuruh minum sampai berhasil kebelet pengen buang air kecil. Duh, tahu gitu seharusnya saya tahan pipis saja dari 'rumah'.
Entahlah saya lupa sudah berapa gelas yang berhasil saya minum dengan sangat terpaksa malam itu sampai akhirnya dorongan untuk segera buang air kecil pun muncul.
Mbak saya sudah kebelet pengen buang air kecil nih.
Ok, ditahan dulu ya buang air kecilnya. Ayo, ikut! Bukannya nyuruh saya ke toilet eh mbaknya malah ngajak saya dan suami masuk ke ruangan dokter. Lho kok? Yip, tadinya saya kira disuruh minum banyak tujuanya untuk ambil sampel urin ternyata hanya untuk memenuhi kandung kemih.
Di ruangan itu kami disambut oleh dokter akhwat eh dr Yusry yang auranya maa syaa Allah. Begitu meneduhkan, ramah pula. Saya yang tadinya sempat tegang efek baru pertama kali periksa kehamilan jadi rileks.
Sudah mau buang air kecil ya? Ditahan ya buk. Biar gambar hasil USGnya jelas kandung kemihnya memang harus dikasih penuh dulu karena usia kandungan ibu masih muda sekali. Ayo kita periksa sekarang. Demikian penuturan dokter yang bikin saya baru ngeh, ternyata disuruh minum air banyak untuk USG toh.
Selanjutnya saya dipersilakan baring telentang di tempat pembaringan pasien, perut saya lalu diolesi semacan gel yang rasanya dingin. Pada permukaan perut yang diolesi gel itu dokter Yusry mengerak-gerakkan sebuah alat yang pas googling baru saya tahu namanya tranducer sembari menjelaskan hasilnya yang muncul pada layar monitor.
Oh ya, sebelum masuk ruangan dokter, saya sudah terlebih dahulu menimbang berat badan dan dicek tekanan darah. BB saya waktu itu 48 kg dengan tensi normal. Selain itu mbaknya nanya hari pertama terakhir haid (HPHT) nya kapan. Syukurnya semenjak sebelum nikah saya donwload "Kalender Saya" di playstore dan rajin menandai waktu haidku di sana. Jadi sekalinya ditanya HPHT ya saya tidak perlu sibuk mengorek-ngorek ingatan kapan persisnya karena semua history waktu haidku telah terekam di applikasi tersebut.
Yes, 5 November 2017 is my HPHT. HPHT ini memudahkan kita dalam menghitung usia kehamilan lho. Ini juga saya baru tahu pas hamil kemarin. Ternyata usia kehamilan seseorang mulai dihitung sejak hari pertama haid terakhirnya hingga 40 pekan ke depan. Well, karena HPHT-ku jatuh tanggal 5 November berarti waktu pertama kali mendapati hasil test pack bertanda positif itu usia kehamilanku telah berjalan sebulan lebih.
Setelah pemeriksaan lewat USG, dr. Yusry mempersilakan saya dan suami menanyakan apa saja yang ingin kami ketahui terkait kehamilan. Tapi gara-gara tidak menyiapkan pertanyaan (alias tidak catet pertanyaan) dari rumah jadi sekalinya dipersilakan bertanya langsung kayak gitu saya yang kebingungan, entah mau bertanya apa. Padahal sebenarnya ada banyak pertanyaan yang numpuk di kepalaku cuma di hadapan dokter entah kenapa saya mendadak bleng ya. Ini malah suami yang aktif bertanyanya. Mulai bertanya dari masalah makanan atau suplemen yang perlu dikonsumsi bumil hingga boleh nggak ehm ehm saat istri hamil 😅
After that, Dokter Yusry juga sempat bertanya, pernikahan kami sudah berjalan berapa lama?
Tujuh bulan dok. Jawab suami antusias, dokter antusias pula menanggapinya dengan memberi kami wejangan yang menenangkan.
Bersyukur ya pak buk, dikasih amanah sama Allah di usia pernikahan yang masih muda. Kalau kita liat di luar sana masih banyak pasangan yang menikahnya sudah bertahun-tahun tapi belum dikaruniai buah hati. Sering juga ada pasangan suami istri yang datang periksa ke sini. Tapi periksanya tidak seperti bapak dan ibu. Mereka periksa ke sini masih dalam rangka ikhtiar dulu, kalau kayak ibu kan sekali di-USG alhamdulillaah sudah nampak kantung janin. Itu artinya ibu positif hamil, walau janinnya belum terlihat. Wajar sih, karena ibu periksa di usia kehamilan yang masih sangat muda. In sya Allah kalau Ibu datang periksa lagi di akhir trimester pertama janinnya sudah kelihatan kok. Yang penting ibu dan bapak tetap banyak-banyak berdoa yah.
Over all, periksa kehamilan pertama kali di dr. Yusry ini sama sekali tidak mengecewakan, cuma sayanya saja sempat galau masalah USG😂selebihnya dokternya baik, ramah, tidak cuek, tidak dingin, akhwat pula. Biaya periksa di dr. Yusry juga masih terjangkau. Kalau tidak salah ingat waktu itu kami bayar sekitar 230-250 ribu untuk USG dan dua jenis suplemen yang diresepkan (itu pun sudah termasuk dengan biaya konsultasinya).
Baiklah, setelah periksa kehamilan di dokter dan mendapat hasilnya sama seperti hasil test pack aka positif hamil barulah saya dan suami mengabari orang tua, saudara dan orang-orang terdekat. Lalu menahan diri untuk tidak langsung mem-publish kabar kehamilanku di akun media sosial kami termasuk di kamar kenangan ini. Hehe, itulah sebabnya mengapa saya baru muncul dengan postingan tentang kehamilanku ini padahal sudah brojol dari dua bulan lalu😅
Alasannya detilnya kepoin di sini ya Reminder ; Ketika Hasil Test Pack Positif
Ketika Gejala Kehamilan mulai Muncul
Trimester pertama ini memang aduhai banget. Saya baru tahu hamil ketika usia kehamilan sudah menginjak sebulan lebih atau tepatnya sekitar lima pekan. Masalahnya selama hamil yang belum kami sadari itu, saya kuat banget melancong ke sana kemari. Sampai ikut suami untuk pertama kalinya PP Barru-Makassar naik kendaraan roda dua (padahal sebelum-sebelumnya kalau ke Makassar selalu naik panter alias mobil sewa). Belum dihitung dengan jalan-jalannya kami di Kota Daeng yang panjang dan macetnya minta ampun. Balik dari Makassar, kami lanjut lagi PP Barru-Parepare masih dengan kendaraan roda dua. Duh, kalau tahu saat itu diri ini tengah berbadan dua, saya akan memilih bersemedi saja di rumah, ogah kemana-mana. Mengingat beberapa temanku ada yang sampai mengalami keguguran karena jalan-jalannya. Entah karena menempuh jalan yang rusak atau karena kecapaian di jalan. Namun nyatanya setelah tahu hamil pun saya masih sering melakukan perjalanan ke luar kota. Ups!
Selama kurang lebih sebulan itu saya memang tidak merasakan gejala-gejala awal kehamilan seperti mual & muntah di pagi hari (morning sickness), penciuman sensitif atau perubahan mood yang drastis. Menjelang telat haid baru deh saya mulai curiga karena selama ini jadwal si M selalu maju beberapa hari dan tidak pernah telat datangnya. Kecurigaanku makin bertambah ketika akhirnya telat haid dan payudara terasa aneh, tidak seperti biasanya.
Pasca memastikan kehamilan di dokter tepatnya sekitar delapan weeks ke atas barulah saya mulai merasakan mual dan muntah tapi waktunya tidak menentu. Paling sering mual dan muntahnya itu di malam hari, kadang siang, kadang juga sore dan paling jarang di pagi hari. Yap, syukurnya saya tidak mengalami yang namanya morning sickness, yang tiap bangun pagi pasti disambut dengan rasa mual dan muntah. Eh tapi sama saja sih, toh dalam sehari itu saya tetap mengalami mual dan muntah. Terutama setiap selesai sikat gigi.
Well, saya juga kehilangan nafsu makan. Banyak makanan yang terasa tak enak di lidah. Apalagi makanan hasil masakan sendiri. Anehnya, makanan yang sebelum hamil favorit banget seperti bayam, kangkung dan tempe menjelma jadi makanan yang paling saya hindari di trimester pertama ini. Rasanya eneg saja. Malah di lidah saya sayur bayam rasanya jadi pahit seperti daun pepaya😅Herannya lagi, saya termasuk orang yang paling tidak bisa makan pedes, bikin sambal dengan lima biji cabai saja menurut saya sudah pedes banget eh pas hamil kemarin saya sanggup lho makan sambal yang cabainya sampai belasan biji.
Sempat Ngidam Juga
So, apakah itu yang dinamakan ngidam? Setahu saya sih yang namanya ngidam itu kalau bumil tiba-tiba kepengen makan sesuatu yang tidak biasa atau melakukan hal di luar kewajaran. Sebelum hamil saya sudah sering dengar cerita teman-teman yang ngidamnya aneh-aneh. Ada yang ngidamnya pengen mancing di kali, ada yang muntah cium aroma tubuh suaminya, ada yang nggak bisa cium bau bawang goreng, ada yang anti terkena sinar terik matahari, ada pula yang ngidamnya pengen makan jengkol tengah malam padahal aslinya (sebelum hamil) cium bau jengkol saja nggak kuat😂Pokoknya aneh-anehlah ngidamnya ibu hamil. Parahnya kalau nggak diturutin bisa bikin anak ileran lho. Tapi percaya deh itu cuma mitos.
Lagipula tidak semua bumil mengalami ngidam yang aneh-aneh kayak gitu. Ada kok bumil yang tidak ngidam sama sekali. Kakak saya contohnya, waktu mengandung anak pertamanya seperti tidak hamil saja. Trimester pertamanya dia lewati bak di jalan tol. Mulus tanpa hambatan. Makannya selalu enak dan lahap. Mual dan muntah pun tidak. Kata orang-orang sih hamil dengam minim atau bahkan tanpa keluhan seperti itu namanya hamil kebo. Kalau saya sendiri, semasa hamil kemarin sempat ngidam juga tapi ngidamnya biasa doang, tidak aneh-aneh yang bikin suami sampai pusing tujuh keliling carinya.
Mau tahu kira-kira saya ngidam makanan apa saja waktu trimester pertama. Ini dia, cekidot😄
- Kapurung buatan mama mertua. Ngidam makanan khas Palopo yang satu ini gara-gara keinget waktu masih tinggal di pondok mertua indah mama sering banget bikin kapurung. Kapurung buatan mama sederhana, tidak terlalu ramai bahannya tapi rasanya mantap banget di lidah. Padahal sebelumnya saya sudah beberapa kali makan kapurung tapi nggak ada yang rasanya menyamai kapurung khas buatan mama. So, hampir tiap weekend saya dan suami berkunjung ke rumah mertua dan di sana pasti mama bikinin kapurung special untuk menantunya ini. Sampai-sampai saya pernah bawa pulang sekantong sagu pemberian mama. Kata beliau, kalau mau makan kapurung coba belajar bikin sendiri, kemudian saya dijelaskan cara membuatnya. Oke, saya mangut-mangut. Setiba di 'rumah kontrakan' saya kontan semangat bereksprimen bikin makanan yang bahan utamanya terbuat dari sagu itu. Hasilnya luar biasa. Berkali-kali eksperimen, berkali-kali pula gagal total. Sagu yang saya tuangkan air panas, hasilnya selalu encer. Aih, payah jleb.
- Sate ayam yang dijual di pinggir jalan menuju rumah mertua - kalau ngidam makanan yang satu ini gara-gara setiap pulang ke rumah mertua selalu dilewati. Letaknya di pinggir jalan poros, sekitar 2 km dari rumah mertua. Aroma asapnya itu lho menggoda banget. Saya sampai membayangkan betapa lezatnya sate itu. Sekalinya dibelikan suami, baru icip sedikit eh saya langsung mual, lalu muntah. Rasanya ternyata tak seperti yang saya bayangkan. Eneg banget.
- Nasi Kuning begadang langganan di Barru. Jadi ceritanya salah satu teman main badminton suami punya usaha jual nasi kuning begadang. Suami pernah ditraktir dan membawa pulang sebungkus nasi kuning itu untuk istri tercintanya ini. Sekali icip eh rasanya pas dilidah. Saya ketagihan dong dan kalau bumil yang baperan sudah ketagihan, hati-hati lho. Bahaya kalau nggak dipenuhi, rumah bisa banjir
air mata. Alhasil, hampir tiap malam saya dibeliin nasi kuning begadang sama pak suami. Bumil kenyang, pamil yang bangkrut😂
Oh ya, mood swing juga melanda saya di trimester ini. Berasa banget pas hamil muda itu saya mendadak berubah jadi makhluk sensitif (namun tidak separah sensitifku pasca melahirkan) yang pengen banget dimanja, pengen diperhatikan, suka uring-uringan, suka cemas berlebihan, kadang ceria, kadang mendung, kadang pula kelabu, pokoknya nano-nanolah. Suami sampai bingung sendiri, ini bumil maunya apa sih😅
Baca juga Ketika Mood Swing Melanda
Syukurnya indera penciumanku aman, bebas dari sensitif jadi cium bau apa pun (asalkan bukan cium bau buang gas, toilet, dkk) sama sekali tidak masalah. Namun ada perubahan lain yang entah terkait dengan perubahan hormonku atau tidak. Diantaranya, mood menulis yang seketika redup, padahal saat itu saya baru-baru saja kembali aktif ngeblog dan lagi semangat-semangatnya menulis (coba lihat arsip saya di bulan Oktober 2017 dan bulan-bulan setelahnya, menurun drastis bo') Mendadak pula saya jadi tidak suka ditinggal di rumah sendiri. Padahal waktu itu saya baru sebulan pindah dari rumah mertua dan lagi senang-senangnya menikmati hidup berdua bareng suami di rumah kontrakan.
Terjatuh di Usia Kehamilan Delapan Weeks
Menjelang akhir Desember lalu ortu, kak Vhie, Aya, si bungsu Auliya dan ponakanan Al yang baru berumur setahun lebih datang berlibur ke tempat tinggalku. Of course kedatangan mereka bikin saya happy dong, pasalnya rumah jadi ramai. Apalagi saat suami bawa keluargaku berkunjung dan nginap semalam di rumah orangtuanya, makin bertambahlah ramainya. Keluargaku saja sudah tujuh personil (papa, mama, empat anak tambah satu cucu, satunya lagi masih dalam kandungan belum diitung, menantu alias suaminya kakak juga nggak keitung karena nggak ikut) sementara keluarga dia ada sebelas personil (mama mertua, delapan anak, satu menantu dan satu cucu, almarhum bapak nggak diitung, cucu yang masih dalam kandungan juga belum diitung). Kebayang nggak gimana ramainya? FYI, di situlah momen pertama kali keluargaku bertemu keluarga suami. Setelah delapan bulan pernikahan kami. Cukup lama juga yaa😆
Menjelang akhir Desember lalu ortu, kak Vhie, Aya, si bungsu Auliya dan ponakanan Al yang baru berumur setahun lebih datang berlibur ke tempat tinggalku. Of course kedatangan mereka bikin saya happy dong, pasalnya rumah jadi ramai. Apalagi saat suami bawa keluargaku berkunjung dan nginap semalam di rumah orangtuanya, makin bertambahlah ramainya. Keluargaku saja sudah tujuh personil (papa, mama, empat anak tambah satu cucu, satunya lagi masih dalam kandungan belum diitung, menantu alias suaminya kakak juga nggak keitung karena nggak ikut) sementara keluarga dia ada sebelas personil (mama mertua, delapan anak, satu menantu dan satu cucu, almarhum bapak nggak diitung, cucu yang masih dalam kandungan juga belum diitung). Kebayang nggak gimana ramainya? FYI, di situlah momen pertama kali keluargaku bertemu keluarga suami. Setelah delapan bulan pernikahan kami. Cukup lama juga yaa😆
Well, karena di trimester pertama ini saya mendadak ekstrovert (padahal aslinya introvert lho) so, berada di tengah-tengah mereka berhasil bikin suasana hati saya cerah ceria. Nafsu makan saya saat itu juga masih baik, meningkat malah. Eh sekalinya kami balik ke Barru dan keluargaku juga balik ke Gowa (ke tempat tinggal kak Vhie), tinggallah saya dan suami berdua. Seketika itu pula mata saya berkabut. Menyadari keadaan rumah yang tadinya ramai menjelma sepi kembali, saya sedih sesedih-sedihnya, sampai menangis tersedu-sedu dalam pelukan suami. Suami berusaha menghibur tapi hiburannya tidak mempan membalikkan mood saya yang terlanjur bad. Makan pun jadi tak berselera, tubuh ikut lemas seolah tak berdaya. Akhirnya suami yang pusing.
Tidak tega melihat keadaan istrinya yang tampak menyedihkan pasca ditinggal keluarganya suami akhirnya membujuk dengan bujukan yang sesuai dengan harapanku, hihi. Baiklah ntar sore kita nyusul mereka ke Gowa. Sekarang makan dulu yang banyak. Minum susu. Minum suplemen. Kasihan bunay kalau bundanya nggak semangat kayak gitu. Kira-kira begitu bujukan suami versi kata-kataku🙊
Demi mendengar kata 'nyusul' saya langsung bersemangat. Kesedihanku pun sirna berganti dengan senang yang meluap. Saking senangnya saya sampai ceroboh, membiarkan diriku terpeleset jatuh di tempat cuci piring dengan posisi bokong yang mendarat keras menyentuh lantai. Sakitnya lumayan bikin meringis. Namun dibanding dengan rasa sakitnya, kekhawatiran terhadap kondisi janinku jauh lebih besar. Masih jelas dalam ingatan, hari itu tanggal 1 Januari 2018, persisnya usia kandunganku baru menginjak delapan weeks dan saya telah mengalami hal yang sangat fatal akibat kecerobohanku sendiri😭
Insiden terjatuh pertama kali itu bikin saya worry banget. Takut terjadi apa-apa dengan kandunganku yang masih sangat muda. Sempat terpikir membatalkan rencana menyusul ortu ke Gowa tapi lagi-lagi suami tampil sebagai sosok yang menenangkan. Dia berusaha meyakinkan bahwa janin yang saya kandung baik-baik saja. Iya juga sih, toh kalau terjadi apa-apa tubuhku pasti ngasih sinyal. Bisa jadi dengan perut yang tiba-tiba sakit atau dengan keluarnya flek (darah). Begitu penjelasan singkat yang saya baca dari artikel hasil googling. Nyatanya setelah jatuh memang cuma bokongku yang lumayan terasa sakitnya, itu pun tidak berlangsung lama. Flek juga nggak ada. Artinya?
Insiden terjatuh pertama kali itu bikin saya worry banget. Takut terjadi apa-apa dengan kandunganku yang masih sangat muda. Sempat terpikir membatalkan rencana menyusul ortu ke Gowa tapi lagi-lagi suami tampil sebagai sosok yang menenangkan. Dia berusaha meyakinkan bahwa janin yang saya kandung baik-baik saja. Iya juga sih, toh kalau terjadi apa-apa tubuhku pasti ngasih sinyal. Bisa jadi dengan perut yang tiba-tiba sakit atau dengan keluarnya flek (darah). Begitu penjelasan singkat yang saya baca dari artikel hasil googling. Nyatanya setelah jatuh memang cuma bokongku yang lumayan terasa sakitnya, itu pun tidak berlangsung lama. Flek juga nggak ada. Artinya?
Entahlah, kondisi di luar mungkin baik, tapi belum tentu yang di dalam sama baiknya. Untuk dapat memastikan baik atau tidaknya kondisi kandunganku pasca jatuh ya sebaiknya diperiksakan ke dokter, hanya saja suami kurang setuju. Periksa di dokternya nanti saja. Sekaligus di trimester dua. Menurut suami, cukup pikiranku yang perlu dijaga. Jangan panik. Jangan cemas. Tetap positif thinking. Yakin deh, bunay kita kuat. Yang penting bundanya kuat, nggak boleh stress. Kalau stress, bunay juga bisa ikut stress. Itu yang berbahaya. Demikian tanggapan optimis suami yang cukup meredakan kekhawatiranku.
Hamil Muda Doyan Jalan, Nekat Banget🙊
Baiklah, sore itu kami tetap melanjutkan rencana, menyusul ortu ke Gowa dengan menempuh perjalanan darat kurang lebih lima jam. Bertemu dengan ortu dan saudara-saudaraku benar-benar jadi mood booster. Apalagi jarang-jarang kami bisa berkumpul dengan personil lengkap seperti itu. Ortu dan si Bungsu tinggalnya di Serui (waktu itu mereka cuma datang liburan) sementara Kak Vhie dan Aya di Gowa. Lha, saya sendiri yang terdampar di Barru.
Baiklah, sore itu kami tetap melanjutkan rencana, menyusul ortu ke Gowa dengan menempuh perjalanan darat kurang lebih lima jam. Bertemu dengan ortu dan saudara-saudaraku benar-benar jadi mood booster. Apalagi jarang-jarang kami bisa berkumpul dengan personil lengkap seperti itu. Ortu dan si Bungsu tinggalnya di Serui (waktu itu mereka cuma datang liburan) sementara Kak Vhie dan Aya di Gowa. Lha, saya sendiri yang terdampar di Barru.
Sebenarnya ortu nyaranin saya tidak perlu nyusul ke Gowa dengan pertimbangan perjalanan dari Barru-Gowa itu cukup jauh mana jalanan yang dilewati ada yang rusak sementara kondisiku masih hamil muda, rentan. Toh, karena suami yang mengijinkan makanya saya ngotot pengen nyusul walau sempat ragu gegara terjatuh tapi akhirnya sampai juga di Gowa dan bertemu kembali dengan my beloved family. Oh ya, waktu itu suami ikut sebatas mengantar trus balik lagi ke Barru keesokkan harinya karena harus masuk kerja. Jadilah kami LDM-an hampir dua pekanan. Herannya LDM kali itu saya merasa fine-fine lho, tidak menanggung beban rindu sama sekali. Padahal sejak hijrah ikut suami saya yang paling nggak kuat bila kami berjauhan. LDM sehari dua hari saja bagi saya beratnya minta ampun. Maunya nempel trus kayak perangko. Lha ini LDM-nya sampai dua pekanan dan saya tidak ngerasain apa-apa. Apa mungkin karena pengaruh hormon hamil kali ya atau karena masa pengantin baru kami yang telah berlalu?😅
Ortu dan si bungsu balik ke Papua baru deh masa LDM-an kami usai, tapi saya dan suami cuss Gowa-Parepare, tidak langsung kembali ke Barru. Pasalnya esok lusanya ada acara pernikahan keluarga dekat suami di kampung dan sebagai anak tertua dia diharuskan ikut. Mau nggak mau, saya terpaksa ikut juga walau dilanda worry berat. Masalahnya jalan ke kampung suami itu lho! Tahun kemarin saya sempat lebaran Idul Fitri di sana jadi setidaknya sudah tahu persis medan yang bakal dilewati. Mendaki. Berkelok-kelok. Tanjakan. Curam. Belum ditambah dengan jalanan yang rusak parah. Jangankan diaspal, beton pun belum. Masih berbatu-batu. Duh, membayangkan saja saya sudah bergidik ngeri, apa jadinya nasib kandunganku yang masih dini ini bila dipaksa ikut, namun apa boleh buat, orang rumah pergi semua, masa' saya tinggal sendiri.
Ya udah ikut saja, in syaa Allaah nggak kenapa-kenapa kok, lagian yang bawa mobil juga bapaknya Nisa (ipar suami). Nanti dibilangin bawa mobilnya pelan-pelan. Bujuk suami yang akhirnya saya iyakan.
Singkat cerita, di trimester ini saya telah berkali-kali menempuh perjalanan ke luar kota dan perjalanan yang paling menantang itu ya saat ke kampung suami di Enrekang tepatnya di salah satu desa yang terletak di bawah kaki Gunung Latimojong. Desa Parombean namanya. Ada yang pernah ke sana? Medan yang dilalui untuk ke sana memang berat pake banget tapi percaya deh, sesampai di desa Parombean itu kalian nggak bakal nyesel karena pemandangannya terlalu indah. Seriously!
Oh ya hampir lupa, di awal trimester kemarin saya dapat kejutan. Tiga saudari yang sama-sama melingkar denganku sewaktu di Serui ternyata hamil juga. Speechless-nya HPHT kami berdekatan. Maa syaa Allaah, tak terkira perasaanku mendapat kabar nan bahagia itu namun di penghujung trimester ini kabar tersebut sekonyong-konyong menjelma duka. Qadarullaah satu persatu dari mereka mengalami keguguran, menyisakan saya dengan kandungan yang entah bagaimana kabarnya. Terakhir periksa yang nampak baru kantung janin, setelah terjatuh pun saya belum sempat periksa ke dokter Obgyn lagi. So, demi mendengar kabar menyedihkan itu badanku seketika lemas. Begitu takut. Begitu tak berdaya. Membayang bagaimana bila saya yang berada dalam posisi mereka. Saya telah menantinya sekian bulan dan ketika amanah yang bahkan belum hadir di dunia ini diambil kembali oleh Pemiliknya, apa yang bisa saya lakukan? Mampukah saya? Kuatkah saya? Tegarkah saya? Allaahu. Sungguh menjaga amanah ini tidak pernah mudah pun benar-benar tidak lepas dari kehendak-Nya.
Baca juga ; Ujian Penantian Buah Hati
Ortu dan si bungsu balik ke Papua baru deh masa LDM-an kami usai, tapi saya dan suami cuss Gowa-Parepare, tidak langsung kembali ke Barru. Pasalnya esok lusanya ada acara pernikahan keluarga dekat suami di kampung dan sebagai anak tertua dia diharuskan ikut. Mau nggak mau, saya terpaksa ikut juga walau dilanda worry berat. Masalahnya jalan ke kampung suami itu lho! Tahun kemarin saya sempat lebaran Idul Fitri di sana jadi setidaknya sudah tahu persis medan yang bakal dilewati. Mendaki. Berkelok-kelok. Tanjakan. Curam. Belum ditambah dengan jalanan yang rusak parah. Jangankan diaspal, beton pun belum. Masih berbatu-batu. Duh, membayangkan saja saya sudah bergidik ngeri, apa jadinya nasib kandunganku yang masih dini ini bila dipaksa ikut, namun apa boleh buat, orang rumah pergi semua, masa' saya tinggal sendiri.
Ya udah ikut saja, in syaa Allaah nggak kenapa-kenapa kok, lagian yang bawa mobil juga bapaknya Nisa (ipar suami). Nanti dibilangin bawa mobilnya pelan-pelan. Bujuk suami yang akhirnya saya iyakan.
Singkat cerita, di trimester ini saya telah berkali-kali menempuh perjalanan ke luar kota dan perjalanan yang paling menantang itu ya saat ke kampung suami di Enrekang tepatnya di salah satu desa yang terletak di bawah kaki Gunung Latimojong. Desa Parombean namanya. Ada yang pernah ke sana? Medan yang dilalui untuk ke sana memang berat pake banget tapi percaya deh, sesampai di desa Parombean itu kalian nggak bakal nyesel karena pemandangannya terlalu indah. Seriously!
Oh ya hampir lupa, di awal trimester kemarin saya dapat kejutan. Tiga saudari yang sama-sama melingkar denganku sewaktu di Serui ternyata hamil juga. Speechless-nya HPHT kami berdekatan. Maa syaa Allaah, tak terkira perasaanku mendapat kabar nan bahagia itu namun di penghujung trimester ini kabar tersebut sekonyong-konyong menjelma duka. Qadarullaah satu persatu dari mereka mengalami keguguran, menyisakan saya dengan kandungan yang entah bagaimana kabarnya. Terakhir periksa yang nampak baru kantung janin, setelah terjatuh pun saya belum sempat periksa ke dokter Obgyn lagi. So, demi mendengar kabar menyedihkan itu badanku seketika lemas. Begitu takut. Begitu tak berdaya. Membayang bagaimana bila saya yang berada dalam posisi mereka. Saya telah menantinya sekian bulan dan ketika amanah yang bahkan belum hadir di dunia ini diambil kembali oleh Pemiliknya, apa yang bisa saya lakukan? Mampukah saya? Kuatkah saya? Tegarkah saya? Allaahu. Sungguh menjaga amanah ini tidak pernah mudah pun benar-benar tidak lepas dari kehendak-Nya.
Baca juga ; Ujian Penantian Buah Hati
Entah bagaimana dengan keadaan janin saya setelah terjatuh, setelah berkali-kali menempuh perjalanan berkilo-kilo meter, setelah kurangnya saya beristirahat selama trimester pertama ini?
Selanjutnya di Beginikah Rasanya Hamil; (Trimester Kedua)
6 komentar untuk "Beginikah Rasanya Hamil (Trimester Pertama)"
ini member blogger energy yg sepuh udah pada nikah semua atau gimana sih yak. hahah
baru tau tuh klo buat nge-usg perut yg lagi sedang hamil caranya disuruh minum yang banyak. trus pas udah mau dikeluarin eh d suruh ditahan. kayaknya buat ngidamnya enggak seekstrim kayak cerita'' lainnya. masih wajar kayaknya. bener kan ya?
berarti klo jdi cowo harus pinter'' ngadepin mood swing dari istri yang hamil yak. oke d catet dulu deh nih
yang penting ibu saama dede bayinya sehat semua.
Ceritanya lengkap banget pan kapan waktu aku udah nikah dan hamil ku kembali lagi kesini hehe
Tapi selama hamil mbak dan bayinya kuat juga ya hehe
eh, aku takut nanti kalo hamil ngidam aneh-aneh, orang gak hamil aja suka pengen makan aneh-aneh haha
salam,
simatakodok.blogspot.com
Btw iya, nggak semua ibu hamil mengalami ngidam, malah ada juga suaminya yg ngidam...hahay
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.