Dik, I'm So Sorry
Kenyataannya memang aku bukan kakak yang baik. Kakak yang kau harapkan itu tidak ada pada diriku. Belasan tahun kita hidup bersama, tinggal dibawah atap yang sama, tidur di kasur yang sama namun hingga detik itu kenapa aku masih belum mengerti akan hadirmu? Kenapa aku masih jarang peduli akan dirimu? Kenapa aku begitu acuh tak acuh akan sosokmu? Padahal kau terlahir setelah aku dari rahim perempuan yang sama-sama kita panggil "mama". Dalam tubuh ini mengalir darah orang tua kita yang melalui mereka keberadaan kau dan aku tampak nyata. Kita adalah saudara kandung. Aku adalah kakakmu dan Kau adalah adikku.
Sebagai kakak sudah semestinya aku menyangimu, menjagamu, melindungimu, dan mencintaimu lebih dari diriku. Semestinya pula aku memperlakukan kau "istimewa" dibanding mereka yang tak memiliki hubungan darah denganku. Semestinya kau yang aku utamakan, kau yang aku prioritaskan, kau yang aku banggakan bukan yang lain. Tapi kenapa aku lebih menunjukkan sikap friendly terhadap teman-temanmu yang sering bertandang di rumah kita, kenapa aku lebih sering memamerkan senyum manisku pada tetangga sebelah rumah sebaliknya di hadapanmu aku justru banyak memasang wajah kecut. Apa yang salah? Kenapa aku begitu tak adil padamu, padahal kau adalah adikku.
Dulu waktu kita masih duduk di bangku sekolah, kau sering mengadu pada mama, kau bilang aku lebih peduli pada Isna atau Saras, tetangga kita teman sekelasmu di Sekolah. Mereka berdua setiap kali minta bantuan tanpa keberatan aku selalu ringan tangan bersedia menjelaskan pekerjaan rumah mereka, namun ketika kau yang meminta aku menyelesaikan tugas rumahmu aku malah sering mengelak, tak mau membantu. Hah, kakak seperti apa aku ini? Bodohnya, aku tidar sadar perlakuanku itu telah menggoreskan luka di hatimu. kau tersayat pedih dan aku tak peduli dengan perasaanmu.
Aku sempat dengan lancang membaca diary yang sengaja aku ambil di laci mejamu, diam- diam aku menelusuri lembaran lembaran ungkapan hatimu yang tertera di sana hingga mataku terpaku pada rentetan kalimat yang menghujaniku dengan kata-kata yang sebenarnya menohok. Pada diary itu kau curahkan kekesalan, kejengkelan, kemarahan yang semuanya kau tujukan padaku. Sebaris kalimat bertutur seperti ini
"Ry, kenapa dia selalu bersikap baik dengan teman temanku, kenapa kalau aku minta tolong dikerjakan PR, dia tidak membantuku. Aku benci,Ry. Aku benci memiliki kakak seperti dia"
Kata kata itu, Ya Allah kenapa hatiku tidak peka.
Kau tahu dik, apa yang aku pikirkan saat aku enggan membantumu, aku ingin kau seperti diriku. Karena aku pun tak pernah meminta bantuan pada kak Vhie setiap membawa pulang oleh oleh dari guru ke rumah, walau sekadar bertanya. Aku berusaha sendiri, mengerjakan sendiri, mencari jawaban sendiri tanpa meminta bantuan siapa siapa. Sebaliknya kau selalu mengharapkan aku untuk menyelesaikan tugas rumahmu itu tanpa berusaha mengerjakan sendiri. Atau setidaknya tanyakan saja apa yang tidak kau mengerti, aku lebih senang menjelaskan padamu ini seperti ini dan itu seperti itu ketimbang harus mengambil alih tugas yang bukan seharusnya aku kerjakan. Lalu kenapa aku memberi respon yang berbeda pada temanmu? Temanmu meminta dijelaskan caranya sedang kau meminta aku mengerjakannya. Dik, menurutku kau terlalu manja dan mama selalu saja mendukungmu. Aku tak mau membantumu karena aku ingin kau mandiri.
Alasan agar kau bisa mandiri pun sebenarnya bukan pernyataan yang tepat, sebab mustinya tak ada alasan bagi seorang kakak untuk tidak membantu adiknya. Aku memang sedang berdalih, mencari pembenaran atas sikapku namun semakin kujejaki pencarian itu semakin tampak jelas ruang kesalahan. Aku adalah seorang kakak. Kata orang-orang kewajiban kakak terhadap adiknya adalah menyayangi dan kewajiban seorang adik terhadap kakaknya adalah menghargai. Hakmu adalah mendapat kasih sayang dariku dan hakku mendapat penghargaan darimu. Tapi, jika kewajibanku saja tidak bisa aku jalankan bagaimana bisa aku menuntut hak agar kau bisa menghargaiku sebagai kakakmu.
Dik, sudah berapa banyakkah paku yang kutancapkan di hatimu? Sudah berapa banyakkah tetesan air yang berlinang d imatamu karena sikapku yang begitu menusuk, sudah berapa seringkah aku menggores luka dalam relung jiwamu? Mungkinkah tiada terhitung? Begitu jahatnya kah aku sebagai seorang saudara? Kenapa dik, kenapa aku tidak bisa memahami perasaanmu dan menghadapi sikap keras kepalamu? Karena di masa lalu aku sudah teramat bertingkah yang membuat kau tersiksa batin hingga setiap kata yang terlontar di lisanku pun kau acuhkan begitu saja. Kau tak mau mendengarku padahal di kota perantauan ini tinggal kita berdua, jauh dari papa, mama kak Vhie dan Auliya mengharuskan aku sebagai sosok yang bertanggung jawab penuh akan dirimu. Tapi dimana bermuara rasa tanggung jawabku ketika aku lebih peduli dan mementingkan diriku sendiri? Pantaskah aku disebut kakak?
Puncaknya hari itu, ibarat balon yang kau tiup kian hari kian membesar, ada amarah terpancar di matamu, ada api bergejolak di hati maka ketika hari dimana tiupan balonmu sudah sedemikian besar membahana memenuhi seluruh rongga tubuh, hanya dengan sekali tusukan jarum kecil. Duaarrr. Balonmu meletus hebat.
"Aku akan pergi dari kos ini biar kamu bisa hidup dengan tenang, itu kan yang kamu mau?" selorohmu setelah kami sempat bertengkar kecil.
Awalnya aku mengira ucapanmu hanya isapan jempol belaka. Nyatanya kau segera mengemas barang-barangmu dan memasukkan berlembar-lembar pakaianmu kedalam tas besar.
Apa? Yang benar saja, kau memutuskan untuk minggat, aku begitu panik setengah mati, bagaimana bisa aku membiarkan adikku beranjak dari kos, satu-satunya tempat tinggal kami di kota Daeng. Di kota ini kami tak memiliki siapa-siapa meskipun keluarga dari papa dan mama ada tapi tetap tidak pernah akan sama dengan keluarga sendiri. Keluargaku adalah segalanya. Tidak peduli seburuk apapun sikapku yang kadang tak terkontrol sejujurnya aku sangat menyayangi adikku.
Apalagi di kota yang sudah 2 tahun aku huni namun tetap berasa asing ini, aku telah belajar banyak hal, jauh dari orangtua menyadarkan aku tentang arti sebuah keluarga. Betapa pentingnya mereka dalam hidupku. Cukup aku terpisah jauh dengan keluargaku di Papua, tapi di sini di kota Daeng ini, aku masih memiliki saudara jadi kenapa aku harus berpisah dengan adikku sementara kami memiliki tempat tinggal?
Mataku tiba tiba berembun. Perlahan embun itu menjadi bulir bulir air yang berjatuhan membasahi pipi. Dadaku sesak. Aku terisak. Membayangkan adikku akan beranjak pergi dari kos membawa serta barang-barangnya membuat aku tak bisa lagi membendung kesedihan.
" Kamu gak boleh pergi" tegasku
"Jangan sok nahan aku, gak ada gunanya juga aku tinggal di sini tiap hari kita bertengkar mulu"
"Pokoknya gak boleh, kau mau aku nelpon mama dan papa" selorohku didera isak tangis.
"Bilang aja, yang jelas aku udah gak mau tinggal sama kamu."
"Hanya karena masalah sekecil itu kamu milih minggat, mau minggat kemana? di sini cuma kita berdua, kalau terjadi apa-apa sama kamu, aku yang nantinya akan bertanggung jawab"
"Emang sejak kapan kamu peduli sama aku, gak pernah kan!!?"
"Ok kalau selama ini aku banyak salah aku minta maaf tapi tolong jangan pergi" Ujarku dengan isakan yang semakin kencang. Kau dengan cueknya tetap mengemasi barang-barangmu, sementara tangisanku semakin menjadi-jadi.
Dik, kau tentu tahu tetesan airmataku di hadapanmu saat itu bukan yang pertama, tanpa kau sadaripun aku sudah sekian kali menangis karenamu. Tapi itu adalah tangisan kali pertamaku mengiba. aku memohon agar kau mendengarkan aku sekali itu saja. Aku memohon agar kau jangan pergi. Yah, setidaknya sekali itu saja. Lalu apa jawabmu.
"Kamu bukan kakakku. Kakakku cuma kak Vhie, aku tak pernah anggap kamu kakak..." kau mulai mengungkit sakit hatimu di masa kecil kala aku sering mengabaikanmu
Dik, aku sangat terpojok, kau bilang aku bukan kakakmu. Sakit banget. Tapi mungkin itulah kata yang pantas aku terima atas sikap acuhku padamu selama ini.
"Iya, kamu memang nggak pernah nganggap aku kakak kan, aku ingin menyayangi kamu tapi kamu gak pernah hargaiin aku. Ok kalau kamu mau pergi silahkan pergi, tinggalkan saja aku sendiri, biarkan aku sendiri disini, mungkin kalau aku mati...." mulutku terasa kelu dengan tangis yang tak kunjung mereda justru semakin deras.
"Kapan aku menjadi adikmmu?"lirihmu pelan
Detik itu juga kudengar tangisanmu pecah. Kami akhirnya sama sama menangis, tersedu sedan.
***
Kesannya dramatis, kalau diinget aku dan adikku seperti sedang beradegan dalam sinetron, dialog dan ekspresi yang belum pernah terpikirkan mencuat spontan, apalagi jika di-shooting pasti seru deh namun cukup Allah lah yang menjadi penonton adegan tersebut. Pertengkaran kami bukan beradu otot, namun bersilat lidah dan beradu air mata. Sayangnya aku kesulitan menceritakan sedetail mungkin pertengkaran yang berbuah manis itu. Manis?
Yup, aku mengira hari itu adalah akhir hubungan seorang kakak dan adik, selanjutnya kami mungkin akan melewati hari-hari tanpa senyum maupun bertegur sapa tapi ternyata dugaanku meleset. Pada akhirnya setelah aku menelpon papa sambil sesenggukan gitu dan bilang kalau Aya mau minggat dari kos terang papa melarang, aku tahu niatan Aya untuk mengungsi disebabkan emosi belaka, setelah emosinya surut dan tangisan terhenti adikku yang terpaut 2 tahun lebih muda dariku dengan lembut berujar bahwa dia gak jadi pindah cuma mau nenangin diri dulu.
"Kak maafin Aya udah buat kakak menangis, udah nyusahin kakak, aku cuma mau menenangkan diri dulu di kosnya Ulfa, nanti aku balik kok. Maafin Aya yah" begitu pesan yang Aya kirim via sms setelah pamit denganku, mungkin saat masih di tengah jalan menuju kos sepupu kami.
"Iya dik, aku juga minta maaf mungkin selama ini kakak banyak salah tolong maafin aku yah. semoga nanti kalau kamu balik kita bisa akur:)" balasku dengan mata berkaca kaca.
Lantas makna apa yang bisa aku petik dari pertengkaran hebat antara aku dan adikku? Pernah ngalamin nggak sebuah pertengkaran yang berakhir dengan rasa mendalam, semakin cinta dan semakin sayang. Terkadang memang kita harus bertengkar lebih dulu untuk menggenggam kuat hubungan yang selama ini kaku, hambar tak bergairah. Terkadang memang kita harus melalui pertengkaran agar tahu seberapa besar cinta dan seberapa menyentuh rasa sayang. Bahkan dengan bertengkar hubungan kita dengan saudara,sahabat atau teman akan meningkat jauh lebih baik, percaya deh karena aku sudah membuktikannya
eh tapi bukan disengajain bertengkar yah) karena dari sana kita bisa belajar dari kesalahan-kesalahan dan dari sana kita bisa belajar memperbaiki kesalahan kesalahan itu.
Sudah lama hubunganku dan Aya terasa hambar, setiap waktu selalu saja ada hal hal yang membuat kami saling berselisih, adikku yang keras kepala dan aku yang tak mau mengalah membuat kedekatan kami terasa kaku. Sebelumnya aku pernah berfikir bagaimana cara untuk memperbaiki hubunganku dengan Aya agar tetap harmonis, aku ingin menjadi kakak yang baik di matanya namun sendiri kebingungan mencari cara. Aku tahu sikapku memperlakukan Aya yang salah, sehingga aku perlu mengubah sikap, memperlakukan Aya dengan baik. Nah, disitulah letak permasalahannya, aku sulit mengontrol emosi kalau lagi bad mod atau dilema atau galau menyebabkan Aya sering menjadi pelampiasan emosi negatifku. Makanya aku butuh sesuatu yang bisa membuat diri ini jera dan sadar akan sikapku yang sering egois serta momentum yang tepat dalam membangun rapport yang baik dengan Aya. Sekalipun harus melangkah lagi dari anak tangga pertama.
Hingga pasca pertengkaran terjadi, alhamdulillah hubunganku dan Aya drastis membaik. Dan ahaaa bukankah itu adalah momen yang tepat dalam membangun sebuah hubungan harmonis, kalaupun nanti kedepannya masih ada kerikil kerikil tajam ikut usil menghadang setidaknya Aya kini menganggapku sebagai kakaknya, sebaliknya aku pun begitu. Moment yang tepat itulah yang akan aku pergunakan untuk menyemaikan cinta. Seperti yang dikatakan oleh mbak Niken Kusumowardhani Menyemai cinta adalah sebagaimana kegiatan menyemai tanaman, yamg
meliputi kegiatan menyiram, memupuk, membersihkan dari hama. Nah,
menyemai cinta yang dimaksud adalah bagaimana kita menyejukkan hati kita
dengan cinta. Cinta yang di dalamnya ada rasa saling menghargai.satu
sama lain. Memberi pupuk agar tumbuh subur, sehingga akan kembali
membuat cinta menjadi indah.
Jika cinta itu ada maka segalanya akan menjadi indah. Mungkin karena cintaku pada saudaraku adalah perasaan yang jarang aku ungkapkan sehingga ia menjadi gersang maka dengan semangat menggebu-gebu aku serasa terlahir kembali sebagai kakak dan ingin menunjukkan cinta terbaik yang bisa aku persembahkan untuk adikku, Aya. Bukankah sejatinya cinta itu tidak hanya terletak pada hati atau mulut, tentu perlu dong ada ungkapa lewat ekspresi atau gerak tubuh.
Kegiatan menyemai cinta ini aku lakukan tidak secara serta merta, karena bagiku untuk membangun sebuah hubungan ke arah yang lebih baik apalagi hubungan yang baru saja mengalami retak, jangan sampai melewatkan hal hal kecil, semisal sekedar menebar senyum, bersay hallo, sering-sering ucapkan terima kasih dindaku sayang, bertutur kata lembut dan bla bla. Yup tidak butuh hal besar untuk menyentuh hati seseorang kita hanya perlu bersikap baik untuk mendapatkan perlakuan yang baik pula. Sehingga kepada Aya, aku berusaha untuk bersikap dan berkata yang tidak sampai melukai hatinya lagi.
Kalau ingat perlakuanku yang sempat tega nian biarin Aya mengoceh seolah dengan patung padahal ceritanya dia lagi curhat sama aku tapi tidak direspon, aku jadi sedih ingetnya. Padahal Aya kan suka curhat, dia butuh seseorang yang bersedia memasang telinga mendengar curahan hatinya, maka sebagai sesorang yang berniat ingin menjadi kakak yang baik maka aku harus menjadi pendengar setia adikku. Kakak adikkan mustinya demikian, apalagi sesama cewek, umur juga gak beda jauh, bisa saling curhat-curhatan gitu, kan seru? Agar cinta kami pun semakin subur.
By the way, selang beberapa hari setelah pertengkaran kami, aku milad lho yang ke 21. Dan empat hari berikutnya adalah ulang tahun Aya yang ke 19. Kami memang dilahirkan di bulan yang sama, bulan juni beda 2 tahun 4 hari. Agar semakin tersemaikan cinta aku mengajak Aya jalan-jalan ke MTC salah satu mall yang ada di Kota Makassar sekaligus mau nyari sesuatu berhubung aku punya kebiasaan berburu kado untuk diri sendiri tepat di hari miladku, selain itu aku bakal ngajak Aya dinner. Di miladku ke 21 hanya Aya lho yang aku traktir secara special. Boleh dibilang setelah pertengkaran hari itu ajaib membuat kami semakin dekat dan aku sangat menyukai suasana dimana kami tak lagi beradu mulut maupun tangis, melainkan senyum dan keceriaan.
Setelah mendapatkan kado yang aku inginkan, kami hendak pulang, sayangnya motorku bannya bocor, sehingga tidak memungkinkan aku membonceng Aya. Aku harus mencari bengkel terlebih dahulu dan terpaksa membiarkan Aya menunggu di teras MTC . Ada rasa khawatir menyergap ketika meninggalkan Aya seorang diri saat itu sehingga aku langsung mencari bengkel terdekat, namun agak sulit karena sudah malam dan daerah sekitaran MTC rada sepi. Malam itu di atas motor sambil mencari bengkel aku terus kepikiran Aya, berharap dia baik-baik saja dan akan sabar menungguku.
Hampir setengah jam keliling ditambah sempat tersesat berhubung aku belum terlalu menguasai jalan di Makassar akhirnya aku menemukan bengkel yang jaraknya lumayan dekat dengan MTC. Di bengkel itu pun aku harus menunggu setengah jam, artinya aku sudah meninggalkan Aya selama hampir satu jam. Tadinya aku yang berharap Aya agar sabar menungguku eh ujung ujungnya aku yang tidak sabar membiarkan Aya berlama-lama sendiri sementara malam semakin larut. Entah kenapa pikiranku melayang terus kepada adikku, mungkinkah dia lagi bete, kesel karena menunggu. Menunggu kan adalah pekerjaan paling membosankan.
Sebelumnya aku jarang merasakan hal- hal yang membuat aku harus mengkhawatirkan Aya, namun ketika motorku berhasil ditambal, bergegas pula aku menjemput adikku. Kulihat ia sudah menantiku dipinggir jalan dengan senyum merekah, sama sekali tak ada raut kesal maupun bete. Melihatnya baik-baik saja aku merasa bahagia. Duh,, Dik aku merasa cintaku sedang bermekaran.
Aku harus menjaga cinta ini, memupuknya dengan baik, merawatnya dengan sayang, menyiramnya dengan tulus, menaburnya dengan kasih agar cintaku pada adikku selalu bersemi di hati ini:)
This notes special for my Sista, Aya dalam rangka menyemaikan cinta.
Tulisan ini diikutsertakan untuk GA dalam rangka launching blog My Give Away Niken Kusumowardhani
13 komentar untuk "Dik, I'm So Sorry"
Selalu utamakan komunikasi yang baik dan dua arah antar kalian berdua, supaya segalanya menjadi terbuka.
Semoga kalian selalu dalam lindungan Allah.
Terima kasih partisipasinya, tercatat sebagai peserta.
#disini ada kupu-kupu terbang sepanjang membaca kisah panjangnya :D
dari ceritanya sesungguhnya tidak ada yg patut disalahkan mungkin cara penyampaian dan meresponnya yg kurang pas.
aku aja gk punya sodara,. pengen punya sodara kaa :D
smoga tulisan ini menginspirasi kakak2 yg punya ade supaya menyangi mereka.
moga menang juga yah :)
gudlak ya untuk giveaway nya ^^
ceritamu bagus.
aku juga sering bertengkar sama adekku, tapi nanti akur sendiri gitu
ya namanya kakak adek
btw nie ikut GAnya kak Niken ya? rencana aku mau ikut tapi ga jadi
sukses yaa
http://forgiveaway.blogspot.com/2013/07/pemenang-ga-menyemai-cinta.html
Selamat yaaa...
Saya berasa feelnya, tetap akur yah sama adeknya.. ^^
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.